Senin, 10 Juni 2013

Pesan Teologis Kitab Ulangan



BAB I
PENGANTAR

Kitab Ulangan merupakan kitab terakhir dari rangkaian Pentateukh. Kitab ini ditulis sebagai kotbah dan peringatan terakhir Musa bagi umatnya. Kotbah dan peringatan merupakan petunjuk bagaimana umat harus hidup yang ditanah yang dijanjikan Yahwe kepada mereka. Kitab ini ditulis pada abad VII. Kitab Ulangan ingin menekankan pentingnya kesetiaan terhadap janji Yahwe bila Israel ingin selamat. Kitab ini berisi amanat perpisahan Musa yang didalamnya mengulas kembali dan memperbaharui perjanjianYahwe dengan Israel demi angkatan Israel yang baru. Kitab Ulangan terdiri dari serangkaian khotbah-khotbah yang diucapkan Musa di depan bangsa Israel waktu mereka berada di negeri Moab. Mereka kini sudah mencapai akhir dari pengembaraan di padang gurun dan siap masuk ke Kanaan.

1.    Arti Kitab Ulangan
Kitab ini merupakan suatu kitab yang berisi tantangan bagi Israel untuk taat atau memberontak pada Yahwe. Nama kitab Ulangan dirangkum dalam baris pertama yang berbunyi “inilah perkataan-perkataan itu”. Makna dari Kitab Ulangan ialah Ulangan itu sendiri. Kitab ini menyatakan diri kepada Israel sebagai pengharapan terakhir, yakni taat dan hidup atau tidak taat dan mati. Keragaman komentar dan ciri-ciri Kitab Ulangan menunjukkan betapa sukarnya menemukan suatu uraian yang sederhana untuk karya teologis yang demikian kompleks dan canggih. Meskipun begitu, kitab ini memiliki tujuan yang sederhana. Aliran Deuteronomis ingin membuat tradisi kuno berbicara kembali pada waktu ada krisis besar di Isarel, untuk membantu mereka mengatasi krisis ini. Kitab Ulangan menganjurkan agar bangsa Israel mempelajari kembali ajaran-ajaran pada tahun pembinaan mereka di padang gurun dibawah pimpinan Musa.

2.    Asal Usul Ulangan
Salah satu pendapat paling lama dalam penyelidikan alkitabiah modern berasal dari permulaan abda XIX yang menyebutkan bahwa Kitab Ulangan sebagai “kitab hukum” yang ditemukan di Bait Suci oleh Imam Agung Hilkiah. Kitab ini bertanggalkan pada Pembuangan Babel (587-539 SM), karena berisi banyak bahan yang dapat diberi tanggal pada akhir abad VII SM. Di masa ini, bangsa Israel diambang kehancuran, sehingga membuat kaum Deuteronomis mempersembahkan kitab hukum yang tertulis dan berwibawa dan meminta bangsa Israel untuk memilih kehidupannya.
Kitab Ulangan disusun untuk menyediakan suatu pola hidup baru bagi Israel. Kitab ini muncul dalam masa pembuangan, yang disusun oleh para penatua yang menganggap diri sebagai penjaga tradisi hukum kuno Israel. Mereka mengambil tradisi itu, mengubahnya, mengembangkan, menyebarluaskan, dan menarik kesimpulan teologis. Semuanya itu demi pola hidup baru bagi Israel.

3.    Bentuk dan Susunan
Kitab Ulangan memiliki hubungan dengan tradisi perjanjian di Timur Dekat. Kitab Ulangan tidak disajikan sebagai suatu perjanjian. Kitab ini menggunakan bentuk-bentuk dari tradisi perjanjian, tetapi disajikan sebagai suatu rentetan peritiswa wejangan-wejangan yang diberikan kepada Israel oleh Musa menjelang kematiannya. Ulangan adalah wasiat Musa kepada Israel, yang akan merebut Kanaan dalam waktu dekat. Dalam bentuknya sekarang, Ulangan terdiri atas empat wejangan Musa kepada Israel, dengan nada menasihati.
Maksud Kitab Ulangan ialah untuk memberi semangat kepada Israel agar menaati hukum. Nasihat untuk taat merupakan inti Kitab Ulangan, yang diubah dalam bentuk perjanjian antara Allah dengan Israel. Jadi, unsur-unsur dari tradisi perjanjian di Timur Dekat Kuno dipakai dalam Kitab Ulangan untuk memberi nilai dan kepentingan baru dari ketaatan, yang akibatnya membuat kasih orang kepada sesamanya sebagai ukuran dan bukti kasihnya kepada Yahwe.



BAB II
GAGASAN-GAGASAN TEOLOGIS KITAB ULANGAN
 DAN RELEVANSINYA BAGI UMAT DAN CALON KATEKIS

1.    GAGASAN-GAGASAN TEOLOGIS KITAB ULANGAN
Dalam Ulangan kita membaca pengulangan dan penekanan kembali dari perjanjian yang dibuat antara Allah dan bangsa Israel di Sinai. Kitab Ulangan menggambarkan”kehidupan berbahagia” dalam persekutuan dengan Allah sambil menikmati segala berkat-Nya, dan membandingkannya dengan akibat yang terjadi bila mereka melalaikan perjanjian. 
         Daftar berkat dan kutuk menekankan kesungguhan dari perjanjian dengan Allah. Ulangan menegaskan bahwa Allah sungguh-sungguh mempunyai kuasa untuk mendatangkan semua berkat dan kutuk itu. Dengan demikian, Kitab Ulangan memiliki banyak gagasan-gagasan teologis yang hendak disampaikan kepada para pendengarnya, yang memiliki makna supaya bangsa Israel dapat memenuhi perjanjian tersebut.
Beberapa gagasan-gagasan teologis yang dapat ditemukan dalam Kitab Ulangan, yakni:

1.    Allah mengasihi umatNya
Kasih Allah membuat relasi dengan manusia menjadi lebih mendalam. Allah mengasihi bangsa Israel karena kasih setiaNya kepada manusia, dan bangsa Israel menjadi simbol kasih Allah tersebut. Perjanjian Allah mencerminkan tindakan Allah yang penuh kebaikan dan kasih setia. Allah mengasihi bangsa Israel yakni dengan memberikan tanah terjanji bagi kehidupan mereka. Sebaliknya juga bangsa Israel dituntut supaya mengasihi Allah yakni dengan taat kepadaNya (Ul 11:1, Ul 6:4-5, Ul 19:9).

2.     Kesetiaan Allah pada umatNya
Allah tidak pernah meninggalkan bangsa Israel. Ini merupakan bentuk kesetiaan Allah untuk umatNya. Salah satu hal yang memungkinkan bangsa Israel melihat perjanjian itu sebagai dasar dari kehidupan bangsa mereka adalah pengetahuan bahwa Allah dapat diandalkan sepenuhnya. Kesetiaan Allah juga tampak dalam memenuhi janjiNya untuk memberikan tanah Terjanji kepada bangsa Israel. Allah senantiasa menyertai, melindungi dan menghantarkan umat pilihanNya untuk memasuki tanah yang yang telah dijanjikanNya.

3.    Berkat bagi yang taat kepada perjanjian
Musa menjadi tokoh penting bagi kehidupan bangsa Israel. Musa merupakan perantara Allah yang berfirman kepada umatNya. Kitab Ulangan berisikan perjanjian antara Allah dengan bangsa Israel. Konsekuensinya yakni Allah dapat memberikan berkat (Ul 28:1-14) kepada umatNya, terutama bagi mereka yang taat pada perjanjianNya. Allah menjanjikan berkat kepada bangsa Israel (Ul 7:12-26). Adapun beberapa berkat yang ingin dicurahkan Allah kepada bangsa Israel yakni:
·      Allah akan memberikan kemakmuran bagi mereka yaitu umur panjang dan kesehatan (Ul 5:16)
·      Kemakmuran bangsa Israel sebab Allah memberi kemenangan dengan mengalahkan banyak musuh (Ul 7:22)
·      Allah menjauhkan segala wabah penyakit bagi bangsa Israel (Ul 7:15)
·      Bangsa Israel memperoleh kemakmuran dalam negerinya yakni kesuburan tanaman dan ternak serta keadaan cuaca yang baik (Ul 28:3, 11, 12).
·      Allah memberkati dan memberi hasil melimpah dari tanah yang dijanjkanNya kepada bangsa Israel (Ul 7:13)

4.    Allah memberikan kutukan bagi yang tidak mentaatiNya
Bangsa Israel memiliki hubungan timbal balik dengan Allah. Itulah makna dari perjanjianNya. Disatu pihak Allah memberi berkat bagi mereka yang taat kepadaNya, dan dilain pihak Allah memberikan kutukan (Ul 28:15-46) kepada mereka yang tidak mentaatiNya. Beberapa kutukan yang diberikan oleh Allah kepada mereka yang tidak taat yaitu:
·      Mereka akan mengalami banyak kekalahan dalam menghadapi musuh sampai punah dan binasa (Ul 28:20, 25)
·      Malapetaka bagi rakyat. Akan terjadi epidemi yang menakutkan, keluarga akan terpecah-belah dan tidak ada keamanan (Ula 28:21, 22, 28, 32, 42).
·      Terjadi kekeringan yang dasyat dan tanaman serta binatang akan binasa (Ul 28:22-24, Ul 28:38-40).
·      Allah memberikan musibah (wabah penyakit) sampai mereka punah (Ul 28:60-61)

5.    Allah Perjanjian
Bangsa Israel menyebut Allah mereka dengan sebutan Yahwe. Mereka menganggap bahwa Yahwe merupakan pusat kehidupan mereka. Tanpa Yahwe, mereka tidak bisa memperoleh Tanah Terjanji. Yahwe sangat mengasihi umat manusia sehingga memanggil bangsa Israel untuk bersekutu denganNya. Bentuk persekutuannya yakni dengan mengadakan perjanjian antara Allah dengan bangsa Israel. Sehingga Yahwe dikenal dengan sebutan Yahwe Perjanjian atau Allah Perjanjian. Dalam Dia perjanjian itu ada. Hanya ada satu Allah dalam Perjanjian tersebut (Ul 4:35), Dia adalah Bapa bangsa Israel (Ul 1:31). Allah merupakan penguasa berdaulat yang bertahta diatas segalanya (Ul 10:17), Allah yang murah hati dan lemah lembut, Allah yang pecemburu dan tidak ingin disaingi (Ul 5: 9), dan seterusnya.

6.    Kewajiban-Kewajiban yang harus dilaksanakan dalam Perjanjian
Perjanjian Allah kepada bangsa Israel menimbulkan konsekuensi bagi bangsa Israel. Mereka memiliki kewajiban untuk melaksanakan perjanjian tersebut, khususnya untuk selalu mentaati perintah Allah. Saat menjalin hubungan dengan Allah, mereka harus mengakui kedaulatanNya untuk menjadi sebuah bangsa yang suci dan layak bagi Allah. Maka perjanjian yang diadakan kedua belah pihak merupakan perjanjian yang luhur yang suci. Allah mengasihi umatNya dan membuat perjanjian supaya umatNya selalu setia kepadaNya dan dapat memperoleh keselamatan. Adapun beberapa contoh kewajiban yang harus dilaksanakan oleh bangsa Israel yakni: kasih setia kepada Allah (Ul 6:5), percaya secara total kepada Allah tanpa keraguan sedikitpun (Ul 13:1-18), kewajiban untuk mendidik anak-anak (Ul 4:9), kewajiban untuk selalu taat pada Allah dalam segala bidang (Ul 11:1, Ul 8:1), dan sebagainya.

7.    Penyerahan total kepada Allah
Bangsa Israel menjadi salah satu bangsa pilihan Allah untuk menyatakan sabdaNya. Dengan hal ini, Allah telah menyatakan kehendakNya untuk menyelamatkan manusia. Selain kasih Allah tersebut, Allah juga mengharapkan sesuatu dari umatNya. Yang diharapkanNya yakni penyerahan total, kesetiaan yang utuh, dan pengabdian dengan sepenuh hati (Ul 6:4-9). Semua ini berarti mengikuti kehendak Allah dalam setiap segi kehidupan seperti diatur dalam perintah-perintah di dalam perjanjian.

8.    Kesepuluh Firman Allah sebagai hukum yang harus ditaati
Musa mendapat perutusan untuk menyampaikan firman yang menjadi cikal bakal kehidupan bangsa Israel. Firman tersebut dikenal dengan sebutan sepuluh Firman Allah. Hal ini berarti Allah memberikan hukum atau peraturan yang harus ditaati oleh mereka. Hukum tersebut sebenarnya merupakan perjanjian Allah bagi bangsa Israel yang harus diwariskan secara turun temurun. Dengan adanya hukum ini, bangsa Israel mendapat peraturan hukum sebagai pedoman kehidupan dan tanda ketaatannnya kepada Yahwe.


2.    RELEVASI KITAB ULANGAN
2.1    Bagi Umat
Kitab Ulangan merupakan sebuah kitab yang berisi perjanjian antara manusia dengan Allah. Allah menghendaki agar manusia selalu taat pada perintah yang diberikanNya. Apabila manusia taat pada perjanjian dan kehendakNya, maka Allah memberikan berkat kepada manusia. Namun sebaliknya kalau manusia melanggar perjanjian tersebut maka Allah memberikan kutukan. Inilah hukum perjanjian yang secara singkat menjelaskan maksud dari Kitab Ulangan. Umat saat ini banyak yang sudah mengetahui segala hukum yang diberikan oleh Allah. Umat semakin memiliki pemikiran yang kritis dalam menjalani hidup sebagai anggota Gereja.
Bagi umat, Kitab Ulangan memiliki peranan penting. Kitab ini mengajak umat untuk semakin menyadari kasih Allah yang telah dicurahkan kepada mereka. Kitab Ulangan memberi pengajaran kepada umat untuk selalu memiliki hubungan yang erat dengan Allah. Hubungan itu bersifat pribadi yang mengarahkan umat untuk pengalaman langsung dan mutakhir dengan Allah. Hal ini berarti malalui Kitab Ulangan, umat diajak untuk memiliki relasi yang kuat dengan Allah. Hubungan itu harus senantiasa dihidupi terus menerus supaya umat dapat mengalami persekutuan hidup dengan Allah. Selain itu, Kitab Ulangan yang berisi perjanjian tersebut memberi gambaran kepada umat untuk taat kepada Allah. Apa konsekuensinya? Kitab Ulangan memberi peneguhan iman kepada umat yakni jika umat mentaati perjanjian maka akan memperoleh berkat, tetapi juga jika umat tidak mentaati perjanjian maka akan memperoleh kutukaan. Hal ini menuntut umat untuk berelasi secara menyeluruh. Artinya, umat diajak untuk berelasi dengan Allah secara total mencakup segala sesuatu tentang dirinya.
Selain itu, Kitab Ulangan mengajarkan umat tentang hukum yang harus ditaati. Hukum itu ialah kesepuluh Firman Allah. Dengan firman Allah ini, diharapkan umat semakin menghayati kehidupannya untuk tetap patuh terhadap perjanjian itu. Hukum itu dikatakan oleh Musa kepada bangsa Israel, yang hingga saat ini menjadi ajaran bagi Gereja untuk diwariskan terus menerus. Artinya bahwa kesepuluh Firman Allah memiliki peranan penting bagi hidup umat. Dengan tujuan agar umat tidak bertindak sembarangan dalam kehidupan sehari-hari. Kitab Ulangan membantu umat untuk mengarahkan dirinya kepada Allah agar tidak mengalami kesesatan.  Umat diajak untuk taat kepada hukum Allah sebagai perjanjian antara Allah dengan manusia. Harapannya ialah umat yang mentaati perjanjian tersebut memperoleh berkat karunia dari Allah.

2.2    Bagi Calon Katekis
Bagi kehidupan calon katekis, Kitab Ulangan memberi arah tujuan hidup baru. Calon katekis diarahkan untuk menghayati hidup ini sebagai berkat yang diberikan Allah. Calon katekis dapat mengerti tentang sepuluh Firman Allah, sebab kitab ini memuat kesepuluh Firman Allah yang saat ini terus dihidupi. Selain itu, calon katekis mendapat gambaran makna dari perjanjian yang diadakan oleh Allah dengan bangsa Israel.
Kitab Ulangan memberi penjelasan bahwa Allah berfirman melalui utusannya yakni nabi Musa. Musa berfirman kepada Israel agar mereka selalu taat pada perjanjiannya. Artinya bahwa calon katekis juga merupakan orang yang dipanggil oleh Allah untuk tugas perutusan yakni mewartakan Kerajaan Allah. Calon katekis juga diajak untuk taat pada perjanjiannya dengan Allah. Selain itu, di dalam Kitab Ulangan termuat wejangan-wejangan Musa dan juga banyak nilai kehidupan yang perlu dicontoh. Salah satu contoh nilai kehidupan yang bisa diteladani oleh calon katekis ialah berkat Allah akan diterimanya jika ia taat pada perjanjian dengan Allah, namun kutukan Allah juga dapat menimpanya kalau ia tidak taat padaNya.
Kemudian Kitab Ulangan memberi gambaran pada calon katekis tentang situasi yang dialami oleh bangsa Israel saat ingin memasuki tanah Kanaan. Gambaran situasi yang terjadi ialah bangsa Israel tidak dengan mudah masuk tanah tersebut, malainkan masih menghadapi banyak masalah, baik itu masalah dalam bangsanya maupun peperangan untuk merebut tanah Kanaan dari suku lain. Ini merupakan sebuah peneguhan bagi calon katekis, bahwa dirinya juga mendapat kesulitan yang harus dihadapi saat mempersiapkan diri menjadi katekis. Namun calon katekis mendapat peneguhan dalam kitab ini bahwa Allah selalu menyertai umatnya dalam setiap langkah hidupnya di dunia ini. Ini berarti calon katekis tidak boleh takut dalam mengadapi tantanga hidup ini sebab Allah yang penuh kasih tetap melindunginya.



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
            Kitab Ulangan merupakan kitab yang memuat sejumlah wejangan Musa. Kitab ini menceritakan kembali hal ikhwal umat Israel di padang gurun. Selain itu diceritakan juga bagaimana hukum yang telah berlaku diceritakan kembali pada waktu diumumkan. Kitab ini berada di bagian terakhir Kitab Pentateukh, yang menurut kebanyakan orang ditulis oleh Musa sendiri. Kitab ini oleh Vulgata diberi nama Deuteronomium yang berarti hukum atau taurat kedua. Gambaran secara umum tentang kitab ini ialah berisi wejangan Musa dan juga perjanjian antara Allah dengan manusia. Disatu sisi perjanjian tersebut memberikan berkat bagi mereka yang taat pada perjanjian, namun disisi lain memberi kutukan kepada mereka yang tidak taat pada perjanjian. Secara keseluruhan, Kitab Ulangan mengajak kita semua untuk mentaati segala perintah yang diberikan oleh Allah. Dengan demikian, Kitab ini mengungkapkan bentuk kesetiaan Allah kepada umatNya.


DAFTAR PUSTAKA

Bergant, Dianne dan Robert J.Karlis. 2002. Tafsir Alkitab Perjanjian Lama. Yogyakarta:: Kanisius.
Darmawijaya, St. 1992. Pentateukh atau Taurat Musa. Yogyakarta: Kanisius.
Sanjaya, V. Indra. 2003. Membaca Lima Kitab Pertama. Yogyakarta: Kanisius.


Katekese Keluarga, Setia Dalam Hidup Berkeluarga



SETIA DALAM HIDUP BERKELUARGA

Tempat            : Ruang kelas Semester IV
Waktu             : 16.00 s/d 17.30
Peserta             : Marriage Encounter
Metode            : SCP (Share Christian Praxis)
Sarana             : Laptop, LCD, Kitab Suci,
Sumber bahan : Mat 19:1-9

1.    Pemikiran Dasar
Setiap pasangan suami istri tentu memiliki cita-cita yang hendak dibangun untuk membentuk keluarga yang penuh dengan kebahagiaan. Namun ternyata dalam proses kehidupan sehari-hari, mereka masih mendapat kesulitan untuk mencapai kebahagiaan. Mereka masih banyak menerima tantangan hidup, baik yang berasal dari keluarga sendiri maupun dari pihak lain. Hidup sebagai pasangan suami istri mencerminkan ikatan persatuan sebagai jemaat kristiani. Persatuan ini memiliki tantangan yang harus dibangun agar tidak mudah dipisahkan. Persatuan ini secara bertahap dapat dibangun dalam bentuk kesetiaan antara suami dan istri. Kesetiaan menjadi faktor penting dalam usaha membangun kehidupan keluarga. Kesetiaan ini juga dapat mendorong kepada sikap yang lain dalam usaha membangun kehidupan yang bahagia.
Pada zaman modern ini, kesetiaan sebagai suami dan istri mendapat pengaruh yang besar dari adanya dinamika kehidupan modern seperti dipengaruhi ileh trendy-trendu baru, hedonisme, hidup gengsi dan sebagainya. Akibatnya nilai kesetiaan itu menjadi hal sulit untuk diwujudkan dalam kehidupan keluarga kita. Kesetiaan memiliki arti: dapat dipercaya, dapat diandalkan, kokoh dalam janji, keteguhan hati, ketaatan, dan kepatuhan. Kesetiaan adalah kebajikan yang membuat seorang pribadi memegang teguh kata-kata dan janjinya, dan tidak mengecewakan orang lain dalam harapan-harapannya yang sah. Akibat dari pengaruh modernsasi inilah yang menyebabkan perlunya suatu pembinaan bagi pasangan suami istri. Hal ini bertujuan agar mereka dapat memaknai kesetiaan yang dapat membangun kehidupan keluarga yang bahagia.

2.    Tujuan
1.      Peserta mampu memahami tentang kesetiaan sebagai suami dan istri.
2.  Peserta mampu memahamai dasar biblis tentang hidup bersama sebagai suami istri berdasarkan perikop Injil Mat 19:1-9.

3.    Langkah-langkah

  • œ  Sapaan Fasilitator

Selamat sore bapak/ibu sekalian? Bagaimana kabarnya hari ini? Semoga selalu sehat dan dalam bimbingan Tuhan. Kita patut bersyukur karena Tuhan telah mengumpulkan kita kembali diruangan ini untuk berproses dan berdinamika bersama. Di sore ini, kita akan melihat pengalaman hidup kita terutama sebagai pasangan suami istri apakah selama ini sudah saling setia dengan pasangannya masing-masing atau masih belum. Tema katekese pada sore ini ialah “Setia dalam Hidup Berkeluarga”. Maka untuk mengawali pertemuan ini, marilah kita bangkit berdiri untuk bernyanyi bersama agar kita semakin bersemangat untuk berdinamika bersama dalam pertemuan ini.

  • œ  Lagu Pembuka

Hari ini Kurasa Bahagia

Hari ini kurasa bahagia, berkumpul bersama saudara seiman.
Tuhan Yesus t'lah satukan kita, tanpa memandang di antara kita.
Bergandengan tangan dalam kasih, dalam satu hati.
Berjalan dalam terang kasih Tuhan.
Kau sahabatku, kau saudaraku.
Tiada yang dapat memisahkan kita.
Kau sahabatku, kau saudaraku.
Tiada yang dapat memisahkan kita.

  • œ  Doa Pembuka

Allah Bapa sumber kesetiaan abadi, kami bersyukur kepadaMu karena telah dikumpulkan kembali diruangan ini untuk berdinamika bersama dalam proses katekese ini. Kami mohon ya Bapa, terangilah seluruh diri kami dengan terang Roh KudusMu agar seluruh rangkaian pertemuan ini sungguh memberikan manfaat yang baik bagi kehidupan kami, terutama agar kami dapat memahami arti kesetiaan dalam hidup keluarga kami. Semua ini kami serahkan kepadaMu dengan perantaraan Kristus, Tuhan kami.

  • œ  Pengembangan langkah nol

Fasilitator mengajak peserta untuk membaca dan memahami salah satu cerita tentang kesetiaan sebagai pembuka alur pikir peserta katekese.
“Salim yang Setia”
Seorang suami di Al Jazair memanggul istrinya siang dan malam. Hal ini sudah berlangsung 5 tahun sejak sang istri terkena stroke yang menyebabkan ia lumpuh total sehingga tidak lagi mampu menggerakkan seluruh anggota tubuhnya. Koran Syuruq yang memberitakan bahwa laki-laki itu bernama Salim (40 tahun) seorang penjaga sekolah di sebuah kota kecil Almah. Dia menikah tahun 1996 dan telah dikaruniai seorang anak laki-laki. 
Keluarga ini hidup bahagia di tempat tinggal mereka di salah satu ruang kelas di sekolah itu. Tapi pada tahun 2007 yang lalu musibah itu datang merenggut kebahagiaan keluarga ini. Sang istri terkena penyakit stroke dan sejak itu pulalah sang istri tidak lagi mampu berbuat apa-apa bahkan untuk berbicara saja pun ia tak mampu lagi. Sejak saat itu Salim sang suamilah yang mengurus istri dan rumah tangganya seorang diri. Hal ini Salim lakukan karena bentuk kesetiaan sebagai seorang suami untuk terus hidup bersama dengan sang istri.
Pagi hari ia bangun pagi-pagi sekali mempersiapkan sarapan buat anak dan istrinya. Ia kemudian pergi untuk menunaikan tugasnya sebagai penjaga sekolah kemudian kembali lagi menemui sang istri setelah 1 jam. Ia membersihkan rumah dan menyuapi istrinya itu, sebab untuk memegang sendok saja pun si istri tidak mampu. Ia kemudian meminumkan obat buat istrinya, menidurkannya diatas tempat tidur, menopangnya dengan bantal-bantal. Demikianlah ia bolak balik ke pekerjaannya kemudian kepada istrinya setiap satu jam sekali. Di malam hari paling tidak Salim terbangun 4 kali untuk membalikkan posisi tidur istrinya dari satu sisi ke sisi lainnya. Salim berkata: "kadangkala istriku menahankan rasa sakitnya dan membiarkanku tidur karena merasa kasihan padaku”. Melalui tindakan Salim ini, keluarga ini selalu dapat hidup rukun meskipun sang istri tidak dapat sembuh dari sakit strokenya. Namun Salim tetap giat bekerja untuk menafkahi keluarganya dan tetap menjaga kesetiaannya untuk merawat sang istri yang sedang sakit. (http://chatterlight.blogspot.com/2013/03/sebuah-kisah-nyata-kesetiaan-seorang.html)
·      Fasilitator memberi pertanyaan pendalaman atas cerita tersebut.
1.      Siapakah tokoh utama dalam cerita tersebut? Dan apa pekerjaannya?
2.      Bagaimana kehidupan dari sang tokoh utama?
3.      Menurut bapak/ibu, makna apa yang bisa kita ambil dari cerita tersebut?

v  Langkah Pertama: Pengungkapan Praksis Faktual
·     Pengantar
Setelah kita bersama-sama membaca dan mendalami cerita tentang “Salim yang Setia”, sekarang tiba saatnya dimana kita akan melihat pengalaman hidup kita sebagai pasangan suami istri. Kita akan melihat pengalaman tersebut apakah dalam kehidupan berkeluarga sudah saling setia terhadap pasangannya atau masih belum. Untuk itu marilah kita mereview pengalaman hidup kita tersebut dengan mengungkapkan atau mesharingkan pengalaman tersebut kepada sesama.

·      Pengungkapan Pengalaman
Fasilitator memberi pertanyaan agar peserta mau mensharingkan pengalamannya tentang setia dalam hidup berkeluarga. Contoh pertanyaan:
a.    Saat pertama kali bapak-ibu dipersatukan melalui sakramen perkawinan, apa yang pertama kali bapak-ibu rencanakan?
b.    Apakah bapak-ibu pernah memiliki konflik dengan pasangannya? Mengapa bapak-ibu tetap setia dengan pasangannya saat konflik itu terjadi? Ceritakanlah pengalaman bapak-ibu tersebut.

·      Pemaknaan
Dalam hidup berkeluarga, kesetiaan terhadap pasangannya merupakan hal yang penting. Kesetiaan mengungkapkan bahwa kita mau hidup dengan pasangan dalam keadaan apapun, baik suka maupun duka, dimana kita mau menerima pasangan hidup kita dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Hal ini juga dilandasi oleh dasar perkawinan yang kita terima. Melalui perkawinan ini, kita disatukan menjadi satu keluarga yang utuh dan tidak terceraikan agar keluarga kita semakin hidup rukun dan penuh dengan kebahagiaan.

v  Langkah Kedua : Refleksi Kritis Pengalaman Faktual
·      Pengantar
Setelah kita bersama-sama mensharingkan dan mendengarkan pengalaman hidup kita, maka marilah kita bersama-sama memaknai dan menggali lebih dalam lagi mengenai pengalaman tersebut.

·      Pendalaman Pengalaman
1.    Apa sikap atau nilai yang bapak-ibu utamakan sebagai pasangan suami istri?
2.    Pernahkah bapak-ibu mengutamakan nilai kesetiaan dalam hidup berkeluarga saat mengalami kehidupan yang buruk atau saat menerima pengalaman pahit?
3.    Mengapa bapak-ibu tetap setia terhadap pasangannya masing-masing?

·      Pemaknaan
Pengalaman bahagia dan sedih tentunya pernah kita alami dalam hidup sebagai keluarga kristiani. Terkadang kita lebih banyak mengharapkan kebahagiaan daripada kesedihan dalam keluarga. Namun dinamika kehidupan ini terkadang membuat tidak hanya selalu berada dalam kebahagiaan, namun juga berada dalam kesedihan. Meskipun begitu, kebahagiaan dan kesedihan merupakan proses dinamika yang harus kita alami dalam hidup berkeluarga, terutama sebagai murid Yesus. Dalam pengalaman yang demikian, kesetiaan terhadap pasangan menjadi dasar yang penting. Sebab melalui kesetiaan ini, kita diajak untuk membina hidup keluarga agar tetap utuh dan hidup rukun sebagai keluarga kristiani yang kudus.

v  Langkah Ketiga : Mengusahakan Supaya Tradisi dan Visi Kristiani Lebih Terjangkau
·      Pengantar
Bapak-ibu yang terkasih, setelah kita bersama-sama mensharingkan dan mendengarkan pengalaman hidup kita, maka pada kesempatan ini, kita akan mendengarkan dan merenungkan Sabda Allah yang diambil dari Injil Mat 19:1-9.

Mat 19:1-9
“Perceraian”
1Setelah Yesus selesai dengan pengajaran-Nya itu, berangkatlah Ia dari Galilea dan tiba di daerah Yudea yang di seberang sungai Yordan. 2Orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia dan Ia pun menyembuhkan mereka di sana. 3Maka datanglah orang-orang Farisi kepada-Nya untuk mencobai Dia. Mereka bertanya: "Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja?" 4Jawab Yesus: "Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? 5Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. 6Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." 7Kata mereka kepada-Nya: "Jika demikian, apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan isterinya?" 8Kata Yesus kepada mereka: "Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian. 9Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah."

·      Penegasan dari fasilitator
Hidup sebagai pasangan suami istri merupakan kehidupan yang indah. Hal ini dapat kita rasakan bilamana dalam hidup sehari-hari, kita saling menaruh sikap setia terhadap pasangan kita. Kesetiaan secara umum merupakan kebajikan yang membuat seorang pribadi memegang teguh kata-kata dan janjinya, dan tidak mengecewakan orang lain dalam harapan-harapannya yang sah. Sebagai keluarga kristiani, kesetiaan merupakan hal penting dalam membina hidup keluarga. Sebab kesetiaan sebagai pasangan suami istri merupakan ikatan kesatuan yang utuh dan tidak terceraikan. Seperti dalam Injil tadi dikatakan bahwa “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia”. Sabda Allah ini menjadi suatu pedoman bagi pasangan suami istri agar selalu setia dengan pasangannya. Hal ini mau mengungkapkan bahwa menjadi satu keluarga merupakan karya Allah. Allah telah mempersatukan atau menjodohkan kita sehingga membentuk keluarga kristiani. Sehingga kita yang awalnya masih hidup sendiri, akhirnya dipertemukan oleh Allah dan dibentuk menjadi keluarga kristiani. Maka, persatuan sebagai pasangan suami istri juga merupakan persatuan antara kita dengan Allah.
Namun apa yang diharapkan sebagai pasangan suami istri? Berdasarkan Sabda Allah tadi, kita bisa melihat bahwa salah satu hal yang diharapkan ialah kesetiaan timbal balik antar pasangan. Artinya bahwa seorang suami selalu setia kepada istri dalam proses dinamika kehidupan yang dijalaninya. Begitupun sebaliknya sebagai istri juga selalu setia untuk hidup bersama suaminya. Contohnya misalnya tidak selingkuh dengan suami atau istri lain, suami tidak meninggalkan istrinya untuk nikah lagi. Melalui kesetiaan inilah yang nantinya membentuk kesatuan yang erat, yakni antara suami istri dengan Allah sendiri. Sebab kesetiaan kita terhadap pasangan ini memiliki konsekuensi besar yakni Allah juga selalu setia kepada kita, yang secara khusus setia dengan janjiNya untuk menyelamatkan kita. Oleh karena itu, kesetiaan kita terhadap pasangan merupakan kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan, sehingga menghadirkan Allah yang setia dalam janji keselamatanNya.

v  Langkah Keempat : Interpretasi Dialektis antara Praksis dan Visi Peserta dengan Tradisi dan Visi Kristiani
·      Pengantar
Setelah kita bersama-sama mengungkapkan pengalaman hidup, merenungkan dan mendalami Firman Tuhan tadi, maka kini saatnya kita menyatukannya agar tetap selaras dengan kehidupan nyata yang kita jalani selama ini sebagai pasangan suami dan istri.

·      Pendalaman
1.      Apakah pengalaman bapak-ibu dalam membina kesetiaan sebagai pasangan suami istri sudah selaras dengan yang diajarkan dalam Firman Allah tadi?
2.      Hal apa yang dapat bapak-ibu lakukan ketika menghadapi konflik keluarga berdasarkan Firman Allah tadi?

·      Pemaknaan
Dalam membina hubungan keluarga, tentunya akan menghadapi berbagai permasalahan hidup. Permasalahan ini harus ditanggapi secara bijaksana agar tidak membuat persatuan hubungan sebagai suami istri menjadi tercerai berai. Seperti yang telah difirmankan Allah bahwa menjadi satu keluarga merupakan bentuk persatuan yang utuh dan tidak boleh terceraikan. Semuanya itu harus dilandasi oleh kesetiaan antar suami istri sebagai ungkapan kesetiaannya juga kepada Allah. Memperoleh pengalaman baru seturut dengan Firman Allah merupakan anugerah yang besar sebab kita sebagai pasangan suami istri dituntut untuk selalu bersatu dalam kesetiaan masing-masing. Dengan demikian menjadi nyata perwujudan keselamatan Allah ditengah keluarga kita.

v  Langkah Kelima : Keterlibatan Baru Demi Makin Terwujudnya Kerajaan Allah di Dunia
·      Pengantar
Setelah kita bersama-sama menyatukan pengalaman kita dengan Firman Allah, kita sebagai pasangan suami istri tentunya memiliki pengetahuan atau pemahaman baru mengenai kesetiaan kita terhadap pasangannya. Oleh karena itu, marilah kita membuat niat-niat baru dalam kehidupan kita agar kasih setia senantiasa menyatukan keluarga kita.

·      Pembuatan niat
1.    Setelah kita berdinamika bersama dalam katekese ini, niat baru atau rencana apa yang hendak bapak-ibu lakukan dalam membina keluarga sebagai pasangan suami istri?

·      Pemaknaan
Penyatuan antara pengalaman hidup dengan Firman Allah merupakan suatu rahmat sehingga kita dapat mengetahui secara lebih mendalam kehidupan kita sebagai keluarga. Dalam membangun kesatuan ini, diperlukan kesetiaan baik antar firman maupun visi dan misi hidup yang hendak dijalankan sebagai pasangan suami istri. Semua rangkaian niat baik kita hendaknya juga dapat diwujudkan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Sebab kesetiaan kita sebagai pasangan suami istri berpengaruh besar terhadap kehidupan dalam keluarga kita, terutama dalam mewujudkan Kerajaan Allah di tengah-tengah kita.

4.    Penutup
  • œ  Kesimpulan
Kesetiaan merupakan kebajikan yang membuat seorang pribadi memegang teguh kata-kata dan janjinya, dan tidak mengecewakan orang lain dalam harapan-harapannya yang sah. Kesetiaan mencerminkan pribadi kita masing-masing dalam membangu hubungan yang erat sebagai suami dan istri. Sebenarnya kita telah menerima kesetiaan itu, yakni kesetiaan Allah untuk menyelamatkan kita. Kesetiaan Allah terwujud dalam pribadi Yesus dan perutusan Roh Kudus yang selalu menyertai kehidupan kita. Kesetiaan Allah inilah yang menjadi pusat kesetiaan kita terhadap pasangan kita. Jika Allah setia kepada kita, sudah selayaknya juga kita selalu setia terhadap pasangan kita sebagai wujud nyata kesetiaan kita kepada Allah. Kita tidak perlu cemas apakah kita akan berhasil atau tidak dalam membangun kesetiaan itu. Namun ketekunan kita dalam memperjuangkan kesetiaan itu memiliki pengaruh besar dalam pencapaian kita untuk hidup dalam keluarga yang penuh dengan kebahagiaan.
  • œ  Doa Penutup
Allah Bapa yang mahasetia. Tak henti-hentinya kami memuji dan menghaturkan rasa syukur kepadaMu karena melalui proses pertemuan ini, kami dapat memahami hal baru tentang kesetiaan terhadap pasangan hidup kami masing-masing. Semoga melalui pertemuan ini, kami semakin sadar bahwa kesetiaan menjadi hal penting untuk terus dibangun agar kami juga dapat hidup dalam kesetiaan bersamaMu. Dan melalui FirmanMu, semoga sungguh memberikan inspirasi dan motivasi agar keluarga kami senantiasa hidup rukun dan tidak tererai berai. Demi Yesus Tuhan Kami. Amin.