Jumat, 17 Juni 2016

Panca Tugas Gereja


1. Pengertian Panca Tugas Gereja
Katekismus Gereja Katolik merumuskan Gereja sebagai “himpunan orang-orang yang digerakkan untuk berkumpul oleh Firman Allah, yakni berhimpun bersama untuk membentuk Umat Allah dan yang diberi santapan dengan Tubuh Kristus, menjadi Tubuh Kristus” (KGK 777). Himpunan umat Allah terlihat dalam hidup berparoki. Di dalam paroki, himpunan umat Allah mengambil bagian dan terlibat dalam menghidupkan peribadatan yang menguduskan (liturgia), mengembangkan pewartaan Kabar Gembira (kerygma), menghadirkan dan membangun persekutuan (koinonia), memajukan karya cinta kasih/pelayanan (diakonia) dan memberi kesaksian (martyria).
Kehidupan menggereja yang tercermin dalam panca tugas Gereja juga dapat dilihat dalam kehidupan jemaat perdana. Jemaat perdana telah melaksanakan berbagai tugas sebagai perwujudan imannya akan Yesus Kristus (lih. Kis 2: 41-47). Berbagai kegiatan yang telah dilakukan oleh jemaat perdana kerap di sebut sebagai panca tugas Gereja. Adapun tugas yang diemban Gereja yakni bertekun dalam pengajaran (kerygma/pewartaan), bertekun dalam persekutuan (koinonia/persekutuan), memecahkan roti dan berdoa (liturgia/peribadatan), menjual harta milik dan membagikan seturut keperluan masing-masing (diakonia/pelayanan), dan bersaksi sehingga disukai semua orang (martyria/kesaksian).
Dengan demikian, berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa panca tugas Gereja merupakan tugas-tugas Gereja yang terbagi dalam lima bidang. Adapun kelima bidang tersebut yakni kerygma atau pewartaan, koinonia atau persekutuan, liturgia atau peribadatan, diakonia atau pelayanan, dan martyria atau kesaksian.

2. Bidang-Bidang Panca Tugas Gereja

2.1 Bidang Kerygma (Pewartaan)
Kata kerygma berasal dari bahasa Yunani yang berarti karya pewartaan Kabar Gembira. Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru ditemukan dua kata kerja Yunani yang berhubungan dengan kerygma atau pewartaan ini. Pertama, “kerussein” (Ibr. 5: 12) yang menunjuk pada aktivitas pewartaan yang ditujukan kepada orang yang belum mengenal atau belum percaya kepada Yesus Kristus. Kedua, “didaskein” (Ibr. 6: 1) yang berarti mengajar atau memberikan pelajaran kepada orang yang telah beriman dalam rangka mengembangkan dan memekarkan iman yang sudah mulai tumbuh.
Gereja melaksanakan tugas kerygma bersumber dari perintah Yesus yang mengutus para rasulnya untuk mewartakan Injil (lih. Mat 28: 18-20). Maka, kerygma bermakna sebagai tugas Gereja untuk mewartakan Sabda Allah, yakni karya keselamatan Allah yang terpenuhi dalam diri Yesus Kristus. Dengan demikian, inti pewartaan Gereja adalah mengenai pribadi Yesus Kristus yang melaksanakan karya keselamatan Allah terutama melalui wafat dan kebangkitanNya.
Bentuk pewartaan Gereja ditentukan oleh orang-orang yang menjadi sasaran kegiatan pewartaan. Secara umum bisa dibedakan dua macam kelompok orang. Pertama, bagi kelompok orang atau orang yang percaya kepada Kristus dimana pewartaan dapat berupa pelajaran agama untuk yang mau menerima sakramen-sakramen Gereja, dan juga pendalaman iman atau pengembangan iman yang dapat dilakukan pada masa adven, prapaskah, dan bulan Maria. Kedua, bagi kelompok orang atau orang yang tidak percaya kepada Kristus. Disini dapat diajukan tiga bentuk pewartaan yakni pewartaan bagi yang terbuka dapat dilakukan dengan tidak segan-segan berbicara tentang Kristus atau Injil, pewartaan bagi yang berkeyakinan kuat atau kokoh terhadap agamanya sendiri namun mau bergaul dengan orang kristiani dapat dilakukan dengan membangun hidup bersama dalam persaudaraan, saling bekerjasama untuk kepentingan umum, dan pewartaan bagi yang tertutup atau fanatik bahkan anti Kristus dapat dilakukan lewat kesaksian iman pribadi dalam penampilan hidup yang suci, baik dan benar (P3J-KAS, 1997: 16-17). Adapun beberapa contoh pelaksanaan tugas kerygma atau pewartaan yakni pendalaman iman, pelajaran agama katolik katekese para calon baptis dan persiapan penerimaan sakramen-sakramen Gereja, pendalaman kitab suci, katekese, evangelisasi dan dialog.

2.2 Bidang Koinonia (Persekutuan)
Kata koinonia berasal dari bahasa Yunani yang berarti persekutuan. Kisah Para Rasul 2: 42 melukiskan persekutuan dalam jemaat perdana: “mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan.” Tugas koinonia menyatakan keberadaan Gereja sebagai suatu persekutuan. Kata koinonia merupakan bahasa Yunani, yang berasal dari kata “koin” yang berarti mengambil bagian. Dalam perspektif biblis, koinonia diartikan sebagai paguyuban atau persekutuan (Kis. 2: 41-42). Koinonia berarti sebuah paguyuban atau persekutuan dalam melaksanakan sabda Tuhan. Dalam terang sabda Tuhan inilah Gereja melaksanakan tugas koinonia untuk membangun relasi dengan orang lain sebagai persaudaraan yang berpusat pada Yesus Kristus. Koinonia bisa diartikan sebagai paguyuban dalam melaksanakan sabda, yakni paguyuban sebagai suatu persaudaraan dalam Yesus Kristus yang mendengarkan sabda dan melaksanakan sabdaNya. Dengan demikian, Gereja merupakan suatu persekutuan orang-orang yang percaya kepada Kristus. Melalui persekutuan, Gereja membentuk dirinya jemaat Kristus yang anggota-anggotanya dibentuk menjadi satu tubuh Kristus (1 Kor 12: 13).
Gereja melaksanakan koinonia atau persekutuan untuk membangun relasi dengan sesama sebagai saudara yakni antarpribadi dengan Allah dan antarpribadi dengan sesama manusia. Tugas koinonia ini menjadi sarana di mana orang dapat mengenal dan membantu mengembangkan hidup beriman sesuai dengan kehidupan sehari-hari. Dalam suasana persekutuan atau paguyuban sebagai persaudaraan itu juga mengungkapkan iman sebagaimana tampak dalam kehidupan Gereja Perdana. “Semua orang yang menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama” (Kis. 2: 44). Persekutuan semacam inilah yang diharapkan oleh Gereja, yang tetap berpusat pada Kristus. Kristus yang pertama-tama berperan mempersatukan semua anggota, yang kemudian menjadi nyata dalam keterlibatan dan pelayanan bersama.
Persekutuan (koinonia) berarti ikut serta dalam persekutuan atau persaudaraan sebagai anak-anak Bapa dengan pengantaraan Kristus dalam kuasa Roh KudusNya. Setiap orang beriman dipanggil dalam persatuan erat dengan Allah Bapa dan sesama manusia melalui Yesus Kristus, PuteraNya, dalam kuasa Roh Kudus. Melalui bidang karya ini, dapat menjadi sarana untuk membentuk jemaat yang berpusat dan menampakkan kehadiran Kristus. Oleh karena itu diharapkan dapat menciptakan kesatuan: antar umat, umat dengan paroki/keuskupan dan umat dengan masyarakat. Paguyuban ini dapat diwujudkan dalam menghayati hidup menggereja baik secara territorial (keuskupan, paroki, stasi / lingkungan, keluarga), dalam komunitas basis Gerejani, maupun dalam kelompok-kelompok kategorial yang ada dalam Gereja dan juga terlibat dalam paguyuban atau kelompok yang ada di masyarakat.

2.3 Bidang Liturgia (Peribadatan)
Kata liturgia berasal dari bahasa Yunani yaitu liturgi. Liturgi berarti ibadat umum dan resmi Gereja. Ibadat ini dilaksanakan berdasarkan tata cara yang sudah disahkan oleh pimpinan Gereja yang berwenang. Ibadat dipimpin oleh petugas yang ditentukan untuk ibadat yang bersangkutan. Selain itu, liturgia yang merupakan bahasa Yunani berasal dari kata kerja leitourgian (leos artinya rakyat dan ergon artinya kerja) yang berarti bekerja untuk kepentingan umum, kerja bakti atau gotong royong. Namun untuk pemahaman sekarang ini, kata liturgi berkaitan dengan Ekaristi dan ibadah. Liturgi merupakan upaya yang membantu kaum beriman untuk penghayatan iman demi mengungkapkan misteri Kristus serta hakikat asli pelayanan Gereja.
Dalam tugas liturgia, Gereja berusaha membantu para anggotanya agar memiliki hubungan yang semakin dekat dengan Allah. Gereja tidak hanya menawarkan aneka bentuk dan rumusan doa tetapi mau menjadi tempat orang merasakan dan menghayati komunikasi dengan Bapa, bersama Putera, dalam Roh Kudus. Intinya adalah kesatuan pribadi dengan Putera dalam penyerahanNya kepada Bapa. Hal ini juga mengandung dua unsur yang mendasar bagi kehidupannya, yakni unsur kemuliaan Allah dimana Gereja mengungkapkan imannya untuk memuliakan Allah, dan unsur pengudusan manusia yang dalam arti bahwa dalam liturgia ini Gereja merayakan suatu peristiwa dimana Allah menguduskan manusia.
Doa juga merupakan ungkapan iman secara pribadi dan bersama-sama. Doa juga merupakan dialog yang bersifat pribadi antara manusia dan Tuhan dalam hidup yang nyata ini. Dalam doa, dituntut untuk lebih mendengar daripada berbicara, sebab firman Tuhan akan selalu menjadi pedoman yang menyelamatkan. Bagi umat kristiani, dialog ini terjadi di dalam Yesus Kristus, sebab Dialah satu-satunya jalan dan perantara kita dalam berkomunikasi dengan Allah. Perantara ini tidak mengurangi sifat dialog antar-pribadi dengan Allah. Selain itu, peranan dan fungsi doa bagi orang Kristiani, antara lain: mengkomunikasikan diri kita kepada Allah; mempersatukan diri kita dengan Tuhan; mengungkapkan cinta, kepercayaan, dan harapan kita kepada Tuhan; membuat diri kita melihat dimensi baru dari hidup dan karya kita, sehingga menyebabkan kita melihat hidup, perjuangan dan karya kita dengan mata iman.
Gereja melaksanakan tugas liturgia atau peribadatan yang tentu saja berkaitan dengan liturgi. Sebab liturgi merupakan puncak dari seluruh kegiatan Gereja dan dari liturgi seluruh anggota Gereja akan bersama-sama dipersatukan untuk memuji dan memuliakan Allah. Oleh karena itu, tugas liturgia berarti ikut serta dalam perayaan ibadat resmi yang dilakukan Yesus Kristus dalam GerejaNya kepada Allah Bapa. Dalam kehidupan menggereja, peribadatan menjadi sumber dan pusat hidup beriman. Hal ini dinyatakan dengan doa, simbol, lambang-lambang dan dalam kebersamaan umat. Partisipasi aktif dalam bidang ini diwujudkan dalam memimpin perayaan liturgis tertentu seperti: memimpin ibadat sabda atau doa bersama, berdoa rosario bersama, berdoa novena, ibadat sabda hari minggu, doa pribadi, merayakan ekaristi, merayakan sakramentali, membagikan komuni, menjadi: lector, pemazmur, organis, mesdinar, paduan suara, dan mengambil bagian secara aktif dalam setiap perayaan dengan berdoa bersama, menjawab aklamasi, bernyanyi dan sikap badan.

2.4 Bidang Diakonia (Pelayanan)
Kata diakonia berasal dari bahasa Yunani, yang memiliki arti pelayanan. Diakonia merupakan salah satu segi hidup Gereja yang membidangi pelayanan kepada masyarakat. Gereja dibangun bukan untuk dirinya sendiri, tetapi untuk melayani orang lain. Penekanan segi pelayanan mengacu pada pola perutusan Kristus yang datang bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani. Selanjutnya, kata diakonia yang merupakan bahasa Yunani berasal dari kata kerja “diakon” yang berarti melayani. Tuhan Yesus sendiri amat pandai memilih kata yang tepat untuk menggambarkan eksistensi terdalam dari kehadiranNya di dunia ini bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani (bdk. Mat 20: 28). Dari sebab itu, Santo Paulus juga menganggap pekerjaannya sebagai suatu “diakonia” artinya pelayanan dan dirinya sebagai “diakonos” artinya pelayan bagi Kristus (2 Kor 11: 23) serta bagi umat Kristus (Kol 1: 25).  
Pelayanan merupakan suatu pemberian diri dan penyaluran karunia. Rasul Petrus menasihati, “Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari kasih karunia” (1 Ptr 4: 11). Gereja diundang untuk melakukan pelayanan dengan kekuatan yang dianugerahkan Tuhan. Pelayanan kepada sesama yang membutuhan, tidak sekedar memberikan dana, tetapi sebagai suatu pemberian diri, sebagaimana dilakukan Kristus yang telah datang untuk melayani dan memberikan nyawa bagi banyak orang (Mrk 10: 45). Sebagaimana juga para rasul: “ada dari mereka yang menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai keperluan masing-masing” (Kis 2: 45). Memberikan diri bagi sesama yang membutuhkan berarti juga memberikan hati, waktu, pemikiran, dan tenaga. Kiranya hal ini bisa menjadi suatu persembahan hidup yang berkenan kepada Allah (Rom 12: 1-2).
Bagi Gereja, menggalakkan aktivitas pelayanan merupakan dorongan oleh panggilan untuk mencintai Tuhan dan sesama. Gereja terpanggil untuk melayani dan bukan untuk berkuasa. Panggilan Gereja untuk mewujudnyatakan diakonia sebagai bentuk panggilan relasional agar saling melayani atau menolong dalam kesetiakawanan. Suatu panggilan untuk memperjuangkan prinsip hidup memberi dan bukan mengambil demi kepentingan, kepuasan dan kekenyangan pribadi.
Gereja melaksanakan tugas pelayanannya berpusat pada pelayanan Yesus Kristus. Barangsiapa menyatakan diri murid, ia wajib hidup sama seperti hidup Kristus (bdk. 1Yoh 2: 6). Pelayanan berarti perwujudan iman kristiani untuk mengikuti jejak Kristus. Dari sini dapat ditemukan beberapa ciri pelayanan Gereja. Ciri pertama ialah bersikap sebagai pelayan. Yesus menyuruh para muridNya untuk selalu bersikap “yang paling rendah dari semua dan sebagai pelayan dari semua (Mrk 9: 35). Ciri kedua ialah kesetiaan pada Kristus sebagai Tuhan dan Guru. Yesus menjadi teladan semangat pelayanan Gereja. Ciri ketiga ialah orientasi pelayanan pada kaum miskin. Yesus tidak segan untuk hidup bersama kaum miskin. Gereja bertugas untuk melayani kaum miskin, bukan karena belas kasihan melainkan karena harkat dan martabat diri yang sama di hadapan Allah. Dan ciri keempat ialah kerendahan hati. Gereja tidak boleh membanggakan dirinya, tetapi tetap melihat dirinya sebagai “hamba yang tak berguna” (Luk 17: 10).
Terdapat tiga bentuk diakonia atau pelayanan Gereja. Pertama, pelayanan karikatif yang dilakukan dalam jangka pendek dengan memberikan bantuan secara langsung misalnya orang lapar diberikan makanan. Kedua, pelayanan reformatif yang menekankan aspek pembangunan yakni tidak sekedar memberikan bantuan pangan dan pakaian tetapi mulai memberikan perhatian seperti penyelenggaraan kursus keterampilan, dan pemberian atau pinjaman modal kepada sesama. Ketiga, pelayanan tranformatif sebagai tindakan Gereja untuk melayani umat manusia secara multidimensional (roh, jiwa dan tubuh) dan juga multisektoral (ekonomi, politik, hokum dan agama). Selain itu, diakonia atau pelayanan merupakan segala bentuk pelayanan kepada semua orang yang membutuhkan pertolongan atau pelayanan. Umat beriman saling melayani dan memperhatikan kebutuhan sesamanya, baik yang seiman maupun setiap orang yang membutuhkan. Contoh dari diakonia atau pelayanan adalah badan amal, poliklinik, donor darah, yayasan yatim piatu, rumah jompo, dana solidaritas, ikut serta dalam kepengurusan lingkungan seperti RT, RW, pelayanan kesehatan seperti pemeriksaan mata gratis, pelayanan terhadap orang meninggal, merawat umat yang sakit, dan mengunjungi orang sakit.

2.5 Bidang Martyria (Kesaksian)
Kata martyria berasal dari bahasa Yunani yakni “marturion” yang berarti kesaksian. Kesaksian berasal dari kata dasar “saksi” yang diartikan sebagai orang yang melihat atau mengetahui suatu kejadian. Makna saksi merujuk kepada pribadi seseorang yang mengetahui atau mengalami suatu peristiwa dan mampu memberikan keterangan yang benar. Martyria merupakan bidang hidup atau pelayanan Gereja yang berpusat pada kesaksian kepada masyarakat, baik lewat kata-kata maupun tindakan terutama lewat karya nyata. Lebih lanjut, “martyrion” merupakan kesaksian yakni sebuah panggilan Injili umat kristiani. “Martyrion’ berarti memberikan kesaksian dengan hidup dan sikap-sikap seseorang, serta dengan cara orang itu bertindak. Sikap orang tersebut harus mencerminkan semangat injili sehingga dapat menjadi saksi yang dijiwai kekuatan Roh Kudus.
Tugas Gereja untuk memberikan kesaksian berpusat pada Yesus Kristus. Yesus Kristus adalah saksi yang memberikan sabda rencana Allah Bapa untuk menyelamatkan manusia. Yesus adalah saksi yang setia dan benar (Why 3: 14). Yesus memanggil para rasul untuk menjadi saksiNya mulai dari Yerusalem, Yudea dan Samaria bahkan sampai ke ujung bumi (Kis 1: 8). Gereja melaksanakan kesaksian agar umat manusia dihantar kepada kerinduan akan kebenaran dan cinta kasih yang diwahyukan oleh Allah. Hendaknya seperti Kristus yang berkeliling sambil berbuat baik (Mat 9: 35) demikian juga Gereja membangun relasi dengan semua orang, khususnya dengan yang miskin dan tertimpa kemalangan dan dengan sukarela mengorbankan diri untuk mereka (2 Kor 12: 15).
Kesaksian atau martyria berarti ikut serta dalam menjadi saksi Kristus bagi dunia. Hal ini dapat diwujudkan dalam menghayati hidup sehari-hari sebagai orang beriman di tempat kerja maupun di tengah masyarakat, berani memperjuangkan ketidakadilan, membantu orang-orang miskin dan terlantar, tetap setia kepada Yesus ketika menghadapi kekerasan atau teror dari orang lain, berlaku hidup baik, berani menceritakan tentang Yesus kepada sesama, menolong orang lain tanpa mengharapkan imbalan, ketika menjalin relasi yang baik dengan umat beriman lain, dan dalam relasi hidup bermasyarakat. Melalui bidang karya ini, umat beriman diharapkan dapat menjadi ragi, garam dan terang di tengah masyarakat sekitarnya. Selain itu, Gereja juga dipanggil dan diutus untuk menjadi saksi atau martir Kristus. Gereja dapat belajar dari kehidupan para orang kudus (santo dan santa) yang dengan setia memberikan kesaksian iman akan Yesus kepada orang lain. Gereja dapat belajar dari kehidupan Santa Monika yang berhadapan dengan suami dan puteranya yang kafir. Kesaksiannya akhirnya dijawab Tuhan dengan pembaptisan suami dan anaknya menjadi uskup terkenal. Santa Agnes yang setia kepada Kristus justru berhadapan dengan pemimpin kafir yang menjatuhkan tuduhan karena menolak menyembah berhala. Akhirnya berkat kesaksiannya, Santa Agnes yang setia kepada Kristus harus dihukum mati. Kehidupan Mother Teresa yang selama hidupnya melayani orang-orang miskin di Calcuta India, Uskup Romero yang mati karena membela orang miskin di kota San Salvator.

Sumber Pustaka:
  1. ______. 1993. Dokumen Konsili Vatikan II (R. Hardawiryana, penerjemah). Jakarta: Obor.
  2. _____. 1995. Katekismus Gereja Katolik (Herman Embuiri, penerjemah). Ende: Arnoldus.
  3. ______. 2009. Alkitab Deuterokanonika. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia.
  4. Bagiyowinardi, Didik. 2008. Siap Menjadi Pengurus Lingkungan. Jakarta: Obor.
  5. Fallo, Cornel P. 2014. Lima Pilar Pelayanan Gereja. Retrieved 28 Maret 2015, darihttp://henkesfallo.blogspot.com/2014/11/lima-pilar-pelayanan-gereja.html.
  6. Ismail, Andar. 1996. Selamat Melayani Tuhan. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
  7. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014. Buku Guru Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti untuk SMA/SMK Kelas XI. Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang Kemdikbud.
  8. Konferensi Waligereja Indonesia. 1996. Iman Katolik, Buku Informasi dan Referensi.                 Yogyakarta: Kanisius dan Jakarta: Obor. 
  9. Panca Tugas Gereja (Liturgia, Koinonia, Kerygma, Diakonia, Martyria). (n.d). Retrieved 20       Februari 2015, dari https://www.facebook.com/notes/iman-katolik/panca-tugas-gereja -             liturgia-koinonia-kerygma-diakonia-martyria/10150456710675178.
  10. Mariyanto, Ernest. 2004. Kamus Liturgi. Yogyakarta: Kanisius. 
  11. Suwita. 2002. Bidang Paguyuban. Malang: Dioma.
  12. Tule, Philipus. 1994. Agama-Agama Kerabat dalam Semesta. Ende: Nusa Indah.