BAB
I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Dewasa
ini dunia memasuki zaman baru yakni zaman globalisasi. Hal ini dapat dilihat
dari semakin canggihnya alat-alat teknologi dan tranportasi. Akibatnya
orang-orang dapat dengan mudah saling berelasi dengan yang lain. Hal ini
memberi keuntungan bagi para para pengusaha maupun perusahaan. Kini jumlah
pengangguran semakin banyak, anak-anak kecil dari keluarga yang kurang mampu
semakin sulit untuk mendapatkan kesempatan pendidikan, dan lowongan pekerjaan
terbatas hanya bagi orang-orang yang memiliki kualitas tertentu saja, serta
penderitaan semakin bertambah ketika bencana alam terjadi dimana-mana.
Hal
seperti itu merupakan sebuah gambaran tantangan yang harus dihadapi dalam
katekese. Orang kini tidak membutuhkan banyak diskusi atau obrolan-obrolan yang
kurang memberikan keuntungan material bagi dirinya. Katekese yang banyak
membicarakan hal-hal ilahi dirasa tidak dapat menjawab kebutuhan umat secara
langsung, bahkan katekese hanya dianggap sebagai obrolan kosong yang tidak
memberikan apa-apa bagi kelangsungan hidup mereka. Dari hal ini, kita memiliki
sebuah gambaran bahwa katekese tetap menjadi salah satu langkah untuk pewartaan
injil. Namun katekese tesebut membutuhkan sebuah metode dan model yang tepat
agar mampu menanggapi kebutuhan umat. Dengan demikian, penyelenggaraan katekese
dengan metode dan model yang tepat selalu memiliki harapan yang besar kearah
katekese kontekstual sehingga mampu memenuhi kebutuhan umat.
2.
Rumusan
Masalah
1.
Apa pengertian katekese?
2.
Apa itu katekese kontekstual?
3.
Metode apa yang bisa digunakan dalam
katekese kontekstual?
4.
Model apa yang bisa digunakan dalam
katekese kontekstual?
3.
Tujuan
Penulisan
makalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang katekese, katekese konstektual
dengan metode dan model yang dapat digunakan dalam karya pewartaan Injil kepada
sesama. Dengan adanya makalah ini, diharapkan kita sebagai anggota Gereja
semakin bersemangat untuk melanjutkan karya perutusan dari Yesus, yakni untuk
mewartakan Injil kepada sesama.
BAB
II
KATEKESE
KONSTEKTUAL DENGAN METODE
DAN
MODEL YANG TEPAT
1.
Pengertian
Katekese
Katekese
berasal dari kata Yunani Katechein.
Bentukan dari kat yang berarti pergi
atau meluas, dan dari kata Echo yang
berarti menggemakan atau menyuarakan keluar. Kata ini mengandung dua
pengertian. Pertama, katechein berarti pewartaan yang sedang disampaikan atau
diwartakan. Kedua, katechein berarti ajaran dari para pemimpin. Istilah
katechein yang banyak digunakan secara umum lama kelamaan diambil alih oleh
orang-orang kristen. Mereka menjadikan istilah tersebut sebagai kerangka dalam
bidang pewartaan Gereja, yakni mewartakan Kristus.
Dalam ajaran apostolik Catechesi
Tradendae, Paus Yohanes Paulus II menegaskan bahwa, katekese ialah pembinaan
anak- anak, kaum muda, dan orang- orang dewasa dalam iman, yang khususnya
mencakup penyampaian ajaran kristen, yang pada umumnya diberikan secara organis
dan sistematis, dengan maksud mengantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup
kristen (Catechesi Tradedae 18).
Dengan kata lain, katekese adalah usaha- usaha dari pihak Gereja untuk
menolong umat agar semakin memahami,
menghayati, dan mewujudkan imannya dalam kehidupan sehari- hari. Di dalamnya
terdapat unsur pewartaan, pengajaran, pendidikan, pendalaman, pembinaan,
pengukuhan serta pendewasaan. Metode yang sesuai perlu dicarikan agar katekese
dalam ragam bentuknya beragama hati pendengar dan berbuah nyata.
2.
Katekese
Kontekstual
Orang
katolik mengenal Yesus Kristus karena salah satunya yakni, mendengar pewartaan
dari orang lain yang bersumber dari injil. Melalui pewartaan, manusia mendapat
kebenaran iman yaitu bahwa Allah menjadi manusia, dan manusia menjadi umat
Allah. Iman menjadi dasar keselamatan manusia. Dengan iman manusia menjawab tawaran
keselamatan yang Allah berikan. Iman menduduki posisi sentral dalam hidup
manusia. Oleh karena itu, arah pewartaan Gereja ialah mengikuti Yesus Kristus
mewartakan kerajaan Allah.
Katekese
kontekstual yang bertujuan membina iman yang terlibat dalam masyarakat telah
sekian lama menjadi pembicaraan dan selalu diupayakan dalam setiap kegiatan
kateketis. Secara umum pembicaraan tersebut selalu mengarah pada keterpaduan
pendapat bahwa katekese kontekstual tidak bisa melepaskan diri dari cara dan
model katekese yang dilakukan oleh Yesus Kristus. Dalam kehidupan sehari-hari
tentunya kita pernah mendengar tentang katekese kontekstual. Namun yang menjadi
pertanyaannya ialah apa itu katekese kontekstual? Katekese kontekstual bukanlah
hal baru yang mau menggusur katekese yang sudah dihidupi sampai sekarang, yakni
katekese umat. Sebaliknya bahwa katekese kontekstual berusaha untuk
menyempurnakan katekese sebelumnya agar semakin dihidupi dan semakin menjawab
kebutuhan umat.
Katekese
kontekstual merupakan suatu cara baru agar sebuah katekese sungguh sesuai
dengan konteks umat. Maksudnya ialah supaya katekese dapat relevan sesuai
dengan situasi yang dihadapi umat. Dalam hal ini, tentunya setiap umat memiliki
kebutuhan yang berbeda-beda. Sehingga katekese juga harus bisa mengerti situasi
yang dihadapi oleh umat tersebut. Maka dibutuhkan suatu katekese yang bisa
menjawabi kebutuhan umat tersebut. Katekese kontekstual adalah sebuah aktivitas
mewartakan sabda Alah dalam ruang lingkup dimana memungkinkan iman itu tumbuh
dan berkembang yang dilaksanakan secara kontekstual yakni sesuai dengan
kebutuhan, situasi dan kondisi saat ini dan sesuai pula dengan kebutuhan umat
saat ini. Dari pengertian ini, menjadi jelas bahwa katekese kontekstual tidak
bisa dilepaskan dari situasi konkrit yang sedang terjadi dalam hidup umat.
Situasi tersebut memungkinkan untuk terjadinya katekese supaya umat semakin
menyadari iman mereka kepada Allah.
3.
Metode
Katekese
Dalam
proses katekese tentunya diperlukan suatu metode yang tepat. Metode ini
membantu agar katekese dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai. Metode merupakan cara atau strategi yang digunakan untuk
mencapai hasil atau tujuan tertentu. Dalam hal ini metode menjadi faktor
penting dalam proses katekese. Dengan metode yang tepat tentunya dapat
mempermudah pelaksanaan dan katekese dapat berjalan dengan baik. Dengan harapan
supaya tujuan dapat mencapai hasil yang baik.
Saat
berkatekese banyak hal yang tidak terduga. Hal ini dipengaruhi oleh faktor
situasi setempat. Mungkin kita telah membuat bahan rancangan katekese dengan
baik. Namun dalam prakteknya terkadang tidak sesuai dengan rancangan tersebut.
Oleh karena itu, proses berkatekese memerlukan suatu metode yang pas agar dapat
berlangsung dengan baik dan memperoleh hasil yang baik pula. Namun yang menjadi
pertanyaan ialah metode seperti apa yang dapat digunakan dalam berkatekese?
Tentunya banyak metode yang bisa digunakan. Metode-metode tersebut dapat
digunakan secara maksimal. Namun semuanya itu juga dipengaruhi oleh faktor diri
fasilitator dalam melaksanakan katekese dan juga dipengaruhi oleh keadaan
sekitar. Salah satu metode yang bisa digunakan dalam proses katekese yakni
metode mengagali pengalaman.
3.1
Contoh
Metode Katekese (Metode Menggali Pengalaman)
Turut
mengalami apa yang dialami oleh orang lain atau menggali sesuatu secara
pribadi, manusia mampu sampai pada tingkatan dengan Yang Ilahi. Wahyu Allah
sendiri ditawarkan kepada manusia dengan cara tertentu sehingga dapat dialami
dan caranya dengan khotbah dan pengajaran agama. Khotbah dan pengajaran agama
sebaiknya berhubungan dengan pengalaman sehari-hari, berdaya memukau, dan
menyentuh hati pendengar. Prinsip dari metode menggali pengalaman ini adalah
bila mewartakan sesuatu bertitik tolak dari pengalaman peserta, atau bila
mengisahkan sesuatu atau seseorang, lukiskanlah aspek-aspek psikologis yang
dikandung di dalamnya sehingga pendengar turut merasakan suka-duka, perjuangan,
dan jerih payah. Dengan metode ini peserta diajak untuk mengalami dan lebih
aktif bukan untuk mengetahui.
1. Seluk-Beluk Pengalaman
Pengalaman
termasuk pengetahuan, namun bukan berkat daya nalar namun karena kontak
langsung, intuitif, dan afektif dengan dunia. Kontak itu membuat orang
tersentuh. Pengalaman berarti pertemuan original dan pertama antara seseorang
dengan objek tertentu, suatu pertemuan yang menyentuh batin.
2. Pengalaman Religius
Dengan adanya pengalaman religius,
terjadi hubungan yang hidup antara pribadi seseorang dengan imannya. Berkat
pengalaman religius inilah, pengalaman iman beralih ke tahap penghayatan iman.
Dengan demikian terjadi suatu proses dari tahap mengetahui ke tahap meyambut
dan mengakui iman secara pribadi. Pewartaan hendaknya mampu menyentuh hati,
menggugah perasaan, tidak hanya menambah informasi. Untuk itu pengajaran agama
haruslah konkret dan berkisar pada jangkauan pengalaman peserta agar
memungkinkan terjadinya pertemuan dengan kenyataan religius.
3.2
Langkah-Langkah
Metode Menggali Pengalaman
Dalam metode ini terdapat beberapa
langkah dalam menggali pengalaman. Langkah-langkah tersebut, yakni:
o
Bertitik tolak pada pengalaman peserta
Misalnya saja bila hendak berbicara tentang Allah
yang Mahabaik, pertama-tama hidupkan terlebih dahulu pengalaman yang dimilki
peserta dalam hal hubungannya dengan ayahnya di rumah, kemudian menjelaskan
arti kata Bapa.
o
Membangkitkan pengalaman religius
Pengalaman religius akan semakin mendalam bila
pengalaman sehari-hari kembali dibangkitkan dengan wahyu. Pengalaman religius
pendengar timbul berkat contoh iman yang hidup entah dari guru, orang tua, atau
kisah dari orang-orang kudus.
o
Meresapkan pengalaman religius
Bila peserta telah sampai pada pertemuan pribadi
dengan Yang Ilahi, masih perlu diusahakan agar pengalaman itu lebih diresapkan.
Perwujudannya dengan cara doa, renungan, atau lagu. Dengan demikian pengetahuan
iman akan lebih meresapi batin terdalam.
4.
Model
Katekese
Banyak
orang yang menganggap bahwa berkatekese merupakan hal yang sulit. Kesulitan tersebut ditemukan ketika mereka
sulit untuk mengolah atau mengkemas katekese dengan baik. Meskipun telah
dipersiapkan dengan matang, namun dalam prakteknya juga banyak mengalami
kendala atau kesulitan yang merintangi dalam proses katekese. Misalnya saja,
umat menjadi ngantuk, merasa bosan dengan katekese kita, tujuan yang telah
direncanakan tidak tercapai dan seterusnya. Dalam hal ini dibutuhkan suatu
model katekese yang tepat. Ketepatan model katekese bisa memiliki pengaruh
dalam prakteknya. Namun tidak bisa dipungkiri juga pengaruh bagaimana seseorang
dalam membawakan katekese tertentu.
Banyak
sekali model-model katekese yang bisa digunakan dalam menyelenggarakan
katekese. Namun dengan adanya berbagai model tersebut bermaksud agar dapat
dipilih salah-satu model yang relevan dengan situasi umat dan mampu
memperkembangkan iman umat. Salah satu model katekese yang dapat digunakan
dalam menyelenggarakan katekese yakni dengan model SCP (Shared Christian
Praxis).
SCP
adalah model katekese yang lebih mengangkat pengalaman hidup peserta. Peserta
dilibatkan secara aktif untuk mengungkapkan pengalaman hidupnya, kemudian
diajak untuk berefleksi, hingga menemukan suatu aksi konkrit sebagai wujud dari
perubahan sikapnya. Di tengah kehidupan yang serba sulit di jaman sekarang ini
umat memiliki banyak harapan dan kerinduan, bahkan umat semakin sulit menemukan
makna dalam kehidupannya. SCP merupakan model katekese yang sangat relevan
untuk membantu umat menghayati imannya di jaman sekarang ini. Melalui SCP umat
dapat mengungkapkan harapan dan kerinduan mereka. Melalui SCP umat diajak untuk
merubah hidupnya untuk lebih baik dengan melakukan aksi-aksi konkrit yang
ditemukan dalam refleksi atas kehidupannya. SCP merupakan model katekese yang
kontekstual yaitu mampu mempertemukan pergulatan hidup umat dengan kekayaan
iman Gereja, sehingga selain iman umat semakin diperkembangkan, umat juga
menemukan semangat dan usaha untuk hidup jauh lebih baik lagi.
Langkah-langkah
proses katekese dengan model SCP yakni:
1. Pengungkapan
Praksis Faktual
Dilangkah ini
peserta diajak untuk mengungkapkan pengalaman hidup mereka yang memiliki
hubungan dengan tema yang dibahas. Pemandu memberikan sebuah pertanyaan terbuka
kepada peserta agar dapat menceritakan pengalaman hidup mereka, misalnya dengan
menggunakan kata “Ceritakanlah”.
2. Refleksi
Kritis terhadap Praksis Faktual
Dilangkah ini
peserta diajak untuk merefleksikan pengalaman hidup mereka. Pemandu bisa
memberikan pertanyaan 5W1H.
3. Megusahakan
supaya Tradisi dan Visi Kristani menjadi Terjangka
Peserta
diberi perikop bacaan Kitab Suci sesuai dengan tema. Kemudian pemandu memulai
pengajarannya, sebab dilangkah ini peran pemandu menjadi sangat dominan.
4. Interpretasi
Dialektis antara Tradisi dan Visi Peserta dengan Tradisi dan Visi Kristiani
Dilangkah ini,
peserta diajak untuk mengkomunikasikan antara Tradisi dan Visi mereka dengan
Tradisi dan Visi Kristiani.
5. Keputusan
Konkret demi makin Terwujudnya Nilai-nilai Kerajaan Allah.
Peserta diajak
untuk membuat aksi baru dalam hidupnya sesuai dengan niat atau visi peserta
untuk mewujudkan nilai Kerajaan Allah bagi kehidupan sehari-hari.
5.
Relevansi
5.1
Bagi
Calon Katekis
Calon
katekis merupakan masa depan Gereja. Mungkin kalimat ini memiliki kebenaran
juga sebab mereka secara pribadi dipanggil untuk mempersiapkan diri dalam tugas
pelayanan pewartaan Injil kepada sesama. Hal ini berarti bahwa mereka memiliki
peranan penting bagi kehidupan Gereja. Salah satunya ialah sebagai generasi
penerus pewartaan Injil. Sebagai calon katekis tentunya memiliki banyak
rintangan yang harus dihadapi. Salah satunya ialah masa pendidikannya. Banyak tuntutan
yang harus diterimanya, meskipun terkadang tidak sesuai dengan kemampuan calon
katekis. Dan salah satu tugas yang harus dipersiapkan dengan baik ialah
berkatekese. Katekese menjadi salah satu usaha pewartaan injil kepada umat.
Sehingga calon katekis harus benar-benar belajar dengan baik sebab berkatekese
menjadi salah satu tugasnya.
Dalam
hal ini metode dan model katekese yang dibahas dalam makalah ini memiliki
peranan yang baik, khususnya bagi mereka untuk mempersiapkan diri dalam
berkatekese secara kontekstual. Selain itu melalui makalah ini calon katekis
diberi pengetahuan dan pembelajaran yang baru dalam memahami dan mempersiapkan
proses katekese. Metode dan model katekese yang dibahas dalam makalah ini
merupakan suatu proses belajar bagi calon katekis sebagai bekal persiapan
sebelum berproses daam katekese. Mereka mendapat pengetahuan baru mengenai
metode dan model katekese yang bisa digunakan untuk menyelenggarakan katekese.
Walaupun tidak dipungkir juga masih banyak metode dan model katekese yang bisa
digunakan oleh calon katekis sesuai dengan kemampuannya. Namun salah satu
metode dan model katekese yang dibahas disini setidaknya memberi pengetahuan
dan gambaran yang bisa digunakan oleh calon katekis dalam persiapan untuk
menyelenggarakan katekese.
5.2
Bagi
Umat
Umat
saat ini banyak mengalami perkembangan yang baik. Perkembangannya dapat dilihat
dari faktor mulai banyaknya kesadaran umat untuk terlibat aktif dalam kehidupan
Gereja. Salah satu hal yang bisa dilakukan oleh umat ialah dengan ikut aktif
juga dalam pewartaan Sabda Allah. Misalnya saja melalui katekese (Jika umat
memiliki kemampuan untuk berkatekese). Meskipun demikian, tidak bisa dipungkiri juga
bahwa masih ada umat yang rendah kesadarannya untuk aktif dalm hidup
menggereja. Namun kita tidak bisa memaksa kehendak umat, sebab mereka juga
memiliki keyakinan pribadi yang secara khusus dalam relasinya dengan Tuhan.
Dengan
adanya metode dan model yang dibahas dalam makalah ini, setidaknya memberi
gambaran kepada umat bahwa katekese memiliki berbagai macam metode dan model
yang bisa digunakan dalam menyelenggarakan katekese. Sehingga umat memiliki
gambaran mengenai katekese sebagai usaha pewartaan Injil. Dengan demikian, umat
yang memiliki kemampuan untuk berkatekese bisa menggunakan metode dan model
yang dibahas dalam makalah ini. Meskipun umat juga bisa menggunakan metode dan
model lainnya yang bisa digunakan. Selain itu, umat juga diajak supaya dalam
suatu proses katekese tidak hanya sekedar hadir, namun juga mengerti mengenai
metode dan model yang digunakan serta umat dapat mengikuti proses katekese
secara aktif dan baik.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Dewasa ini, Gereja
mengalami perkembangan yang baik. Banyak umat yang mulai terlibat aktif dalam
menggereja. Salah satu faktor penyebabnya ialah melalui katekese. Katekese
menjadi salah satu penentu keberhasilan Gereja dalam perkembangan anggotanya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa katekese menjadi salah satu sarana bagi kita untuk
karya pewartaan kepada sesama. Katekese merupakan sebuah aktivitas mewartakan
sabda Alah dalam ruang lingkup dimana memungkinkan iman itu tumbuh dan
berkembang yang dilaksanakan secara kontekstual yakni sesuai dengan kebutuhan
situasi dan kondisi saat ini dan sesuai pula dengan kebutuhan umat saat ini.
Dalam proses berkatekese
banyak mengalami rintangan. Meskipun kita telah membuat suatu rancangan
katekese, namun dalam prakteknya terkadang tidak sesuai dengan rancangan
tersebut. Sehingga dalam proses katekese dibutuhkan sutau metode dan model yang
tepat supaya katekese benat-benar menjadi kontekstual sekali dan sesuai dengan
kebutuhan dan harapan umat. Salah satu metode yang bisa digunakan ialah metode
menggali pengalaman. Dan model yang juga bisa digunakan dalam berkatekese ialah
model SCP (Shared
Christian Praxis). Harapannya ialah dengan metode dan model ini, maka katekese
yang kita selenggarakan menjadi katekese yang kontekstual sesuai dengan harapan
kita untuk semakin bersatu dengan Allah.
DAFTAR
PUSTAKA
Groome, Thomas H. 1997. Shared Christian Praxis. Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Kateketik
Puskat
Huber. TH.1981. Katekese
Umat. Yogyakarta: Kanisius
Papo, Jakob. 1985 Memahami Katekese. Ende: Nusa Indah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar