SETIA
DALAM HIDUP BERKELUARGA
Tempat :
Ruang kelas Semester IV
Waktu :
16.00 s/d 17.30
Peserta :
Marriage Encounter
Metode :
SCP (Share Christian Praxis)
Sarana :
Laptop, LCD, Kitab Suci,
Sumber bahan : Mat
19:1-9
1.
Pemikiran
Dasar
Setiap pasangan
suami istri tentu memiliki cita-cita yang hendak dibangun untuk membentuk
keluarga yang penuh dengan kebahagiaan. Namun ternyata dalam proses kehidupan
sehari-hari, mereka masih mendapat kesulitan untuk mencapai kebahagiaan. Mereka
masih banyak menerima tantangan hidup, baik yang berasal dari keluarga sendiri
maupun dari pihak lain. Hidup sebagai pasangan suami istri mencerminkan ikatan
persatuan sebagai jemaat kristiani. Persatuan ini memiliki tantangan yang harus
dibangun agar tidak mudah dipisahkan. Persatuan ini secara bertahap dapat
dibangun dalam bentuk kesetiaan antara suami dan istri. Kesetiaan menjadi
faktor penting dalam usaha membangun kehidupan keluarga. Kesetiaan ini juga
dapat mendorong kepada sikap yang lain dalam usaha membangun kehidupan yang
bahagia.
Pada zaman
modern ini, kesetiaan sebagai suami dan istri mendapat pengaruh yang besar dari
adanya dinamika kehidupan modern seperti dipengaruhi ileh trendy-trendu baru,
hedonisme, hidup gengsi dan sebagainya. Akibatnya nilai kesetiaan itu menjadi
hal sulit untuk diwujudkan dalam kehidupan keluarga kita. Kesetiaan memiliki arti:
dapat dipercaya, dapat diandalkan, kokoh dalam janji, keteguhan hati, ketaatan,
dan kepatuhan. Kesetiaan
adalah
kebajikan yang membuat seorang pribadi memegang teguh kata-kata dan janjinya,
dan tidak mengecewakan orang lain dalam harapan-harapannya yang sah. Akibat dari pengaruh modernsasi
inilah yang menyebabkan perlunya suatu pembinaan bagi pasangan suami istri. Hal
ini bertujuan agar mereka dapat memaknai kesetiaan yang dapat membangun
kehidupan keluarga yang bahagia.
2.
Tujuan
1. Peserta
mampu memahami tentang kesetiaan sebagai suami dan istri.
2. Peserta
mampu memahamai dasar biblis tentang hidup bersama sebagai suami istri berdasarkan
perikop Injil Mat 19:1-9.
3.
Langkah-langkah
- Sapaan Fasilitator
Selamat sore bapak/ibu sekalian?
Bagaimana kabarnya hari ini? Semoga selalu sehat dan dalam bimbingan Tuhan.
Kita patut bersyukur karena Tuhan telah mengumpulkan kita kembali diruangan ini
untuk berproses dan berdinamika bersama. Di sore ini, kita akan melihat pengalaman
hidup kita terutama sebagai pasangan suami istri apakah selama ini sudah saling
setia dengan pasangannya masing-masing atau masih belum. Tema katekese pada
sore ini ialah “Setia dalam Hidup Berkeluarga”. Maka untuk mengawali pertemuan
ini, marilah kita bangkit berdiri untuk bernyanyi bersama agar kita semakin
bersemangat untuk berdinamika bersama dalam pertemuan ini.
- Lagu Pembuka
Hari
ini Kurasa Bahagia
Hari ini kurasa bahagia, berkumpul bersama saudara
seiman.
Tuhan Yesus t'lah satukan kita, tanpa memandang di antara kita.
Bergandengan tangan dalam kasih, dalam satu hati.
Berjalan dalam terang kasih Tuhan.
Kau sahabatku, kau saudaraku.
Tiada yang dapat memisahkan kita.
Kau sahabatku, kau saudaraku.
Tiada yang dapat memisahkan kita.
Tuhan Yesus t'lah satukan kita, tanpa memandang di antara kita.
Bergandengan tangan dalam kasih, dalam satu hati.
Berjalan dalam terang kasih Tuhan.
Kau sahabatku, kau saudaraku.
Tiada yang dapat memisahkan kita.
Kau sahabatku, kau saudaraku.
Tiada yang dapat memisahkan kita.
- Doa Pembuka
Allah Bapa sumber
kesetiaan abadi, kami bersyukur kepadaMu karena telah dikumpulkan kembali
diruangan ini untuk berdinamika bersama dalam proses katekese ini. Kami mohon
ya Bapa, terangilah seluruh diri kami dengan terang Roh KudusMu agar seluruh
rangkaian pertemuan ini sungguh memberikan manfaat yang baik bagi kehidupan
kami, terutama agar kami dapat memahami arti kesetiaan dalam hidup keluarga
kami. Semua ini kami serahkan kepadaMu dengan perantaraan Kristus, Tuhan kami.
- Pengembangan langkah nol
Fasilitator
mengajak peserta untuk membaca dan memahami salah satu cerita tentang kesetiaan
sebagai pembuka alur pikir peserta katekese.
“Salim
yang Setia”
Seorang suami di Al Jazair memanggul istrinya siang
dan malam. Hal ini sudah berlangsung 5 tahun sejak sang istri terkena stroke
yang menyebabkan ia lumpuh total sehingga tidak lagi mampu menggerakkan seluruh
anggota tubuhnya. Koran Syuruq yang memberitakan bahwa laki-laki itu bernama
Salim (40 tahun) seorang penjaga sekolah di sebuah kota kecil Almah. Dia
menikah tahun 1996 dan telah dikaruniai seorang anak laki-laki.
Keluarga ini hidup bahagia di tempat tinggal mereka
di salah satu ruang kelas di sekolah itu. Tapi pada tahun 2007 yang lalu
musibah itu datang merenggut kebahagiaan keluarga ini. Sang istri terkena
penyakit stroke dan sejak itu pulalah sang istri tidak lagi mampu berbuat
apa-apa bahkan untuk berbicara saja pun ia tak mampu lagi. Sejak saat itu Salim
sang suamilah yang mengurus istri dan rumah tangganya seorang diri. Hal ini
Salim lakukan karena bentuk kesetiaan sebagai seorang suami untuk terus hidup
bersama dengan sang istri.
Pagi hari ia bangun pagi-pagi sekali mempersiapkan
sarapan buat anak dan istrinya. Ia kemudian pergi untuk menunaikan tugasnya
sebagai penjaga sekolah kemudian kembali lagi menemui sang istri setelah 1 jam.
Ia membersihkan rumah dan menyuapi istrinya itu, sebab untuk memegang sendok
saja pun si istri tidak mampu. Ia kemudian meminumkan obat buat istrinya,
menidurkannya diatas tempat tidur, menopangnya dengan bantal-bantal. Demikianlah
ia bolak balik ke pekerjaannya kemudian kepada istrinya setiap satu jam sekali.
Di malam hari paling tidak Salim terbangun 4 kali untuk membalikkan posisi
tidur istrinya dari satu sisi ke sisi lainnya. Salim berkata: "kadangkala
istriku menahankan rasa sakitnya dan membiarkanku tidur karena merasa kasihan
padaku”. Melalui tindakan Salim ini, keluarga ini selalu dapat hidup rukun
meskipun sang istri tidak dapat sembuh dari sakit strokenya. Namun Salim tetap
giat bekerja untuk menafkahi keluarganya dan tetap menjaga kesetiaannya untuk
merawat sang istri yang sedang sakit. (http://chatterlight.blogspot.com/2013/03/sebuah-kisah-nyata-kesetiaan-seorang.html)
· Fasilitator memberi pertanyaan
pendalaman atas cerita tersebut.
1. Siapakah
tokoh utama dalam cerita tersebut? Dan apa pekerjaannya?
2. Bagaimana
kehidupan dari sang tokoh utama?
3. Menurut
bapak/ibu, makna apa yang bisa kita ambil dari cerita tersebut?
v Langkah Pertama: Pengungkapan
Praksis Faktual
· Pengantar
Setelah kita bersama-sama membaca
dan mendalami cerita tentang “Salim yang Setia”, sekarang tiba saatnya dimana
kita akan melihat pengalaman hidup kita sebagai pasangan suami istri. Kita akan
melihat pengalaman tersebut apakah dalam kehidupan berkeluarga sudah saling
setia terhadap pasangannya atau masih belum. Untuk itu marilah kita mereview
pengalaman hidup kita tersebut dengan mengungkapkan atau mesharingkan
pengalaman tersebut kepada sesama.
· Pengungkapan Pengalaman
Fasilitator
memberi pertanyaan agar peserta mau mensharingkan pengalamannya tentang setia
dalam hidup berkeluarga. Contoh pertanyaan:
a. Saat
pertama kali bapak-ibu dipersatukan melalui sakramen perkawinan, apa yang
pertama kali bapak-ibu rencanakan?
b. Apakah
bapak-ibu pernah memiliki konflik dengan pasangannya? Mengapa bapak-ibu tetap
setia dengan pasangannya saat konflik itu terjadi? Ceritakanlah pengalaman
bapak-ibu tersebut.
· Pemaknaan
Dalam hidup berkeluarga, kesetiaan
terhadap pasangannya merupakan hal yang penting. Kesetiaan mengungkapkan bahwa
kita mau hidup dengan pasangan dalam keadaan apapun, baik suka maupun duka,
dimana kita mau menerima pasangan hidup kita dengan segala kelebihan dan
kekurangannya. Hal ini juga dilandasi oleh dasar perkawinan yang kita terima.
Melalui perkawinan ini, kita disatukan menjadi satu keluarga yang utuh dan
tidak terceraikan agar keluarga kita semakin hidup rukun dan penuh dengan
kebahagiaan.
v Langkah Kedua : Refleksi Kritis
Pengalaman Faktual
· Pengantar
Setelah kita bersama-sama
mensharingkan dan mendengarkan pengalaman hidup kita, maka marilah kita
bersama-sama memaknai dan menggali lebih dalam lagi mengenai pengalaman
tersebut.
· Pendalaman Pengalaman
1. Apa
sikap atau nilai yang bapak-ibu utamakan sebagai pasangan suami istri?
2. Pernahkah
bapak-ibu mengutamakan nilai kesetiaan dalam hidup berkeluarga saat mengalami
kehidupan yang buruk atau saat menerima pengalaman pahit?
3. Mengapa
bapak-ibu tetap setia terhadap pasangannya masing-masing?
· Pemaknaan
Pengalaman bahagia dan sedih
tentunya pernah kita alami dalam hidup sebagai keluarga kristiani. Terkadang
kita lebih banyak mengharapkan kebahagiaan daripada kesedihan dalam keluarga.
Namun dinamika kehidupan ini terkadang membuat tidak hanya selalu berada dalam
kebahagiaan, namun juga berada dalam kesedihan. Meskipun begitu, kebahagiaan
dan kesedihan merupakan proses dinamika yang harus kita alami dalam hidup
berkeluarga, terutama sebagai murid Yesus. Dalam pengalaman yang demikian,
kesetiaan terhadap pasangan menjadi dasar yang penting. Sebab melalui kesetiaan
ini, kita diajak untuk membina hidup keluarga agar tetap utuh dan hidup rukun sebagai
keluarga kristiani yang kudus.
v Langkah Ketiga : Mengusahakan
Supaya Tradisi dan Visi Kristiani Lebih Terjangkau
· Pengantar
Bapak-ibu yang terkasih, setelah
kita bersama-sama mensharingkan dan mendengarkan pengalaman hidup kita, maka
pada kesempatan ini, kita akan mendengarkan dan merenungkan Sabda Allah yang
diambil dari Injil Mat 19:1-9.
Mat
19:1-9
“Perceraian”
1Setelah
Yesus selesai dengan pengajaran-Nya itu, berangkatlah Ia dari Galilea dan tiba
di daerah Yudea yang di seberang sungai Yordan. 2Orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia dan Ia
pun menyembuhkan mereka di sana. 3Maka
datanglah orang-orang Farisi kepada-Nya untuk mencobai Dia. Mereka bertanya:
"Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa
saja?" 4Jawab Yesus:
"Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula
menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? 5Dan
firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu
dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. 6Demikianlah mereka bukan
lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak
boleh diceraikan manusia." 7Kata
mereka kepada-Nya: "Jika demikian, apakah sebabnya Musa memerintahkan
untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan isterinya?" 8Kata Yesus kepada mereka:
"Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu,
tetapi sejak semula tidaklah demikian. 9Tetapi
Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah,
lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah."
· Penegasan dari fasilitator
Hidup
sebagai pasangan suami istri merupakan kehidupan yang indah. Hal ini dapat kita
rasakan bilamana dalam hidup sehari-hari, kita saling menaruh sikap setia
terhadap pasangan kita. Kesetiaan secara umum merupakan kebajikan yang membuat seorang pribadi
memegang teguh kata-kata dan janjinya, dan tidak mengecewakan orang lain dalam
harapan-harapannya yang sah.
Sebagai
keluarga kristiani, kesetiaan merupakan hal penting dalam membina hidup
keluarga. Sebab kesetiaan sebagai pasangan suami istri merupakan ikatan
kesatuan yang utuh dan tidak terceraikan. Seperti dalam Injil tadi dikatakan bahwa “Demikianlah
mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan
Allah, tidak boleh diceraikan manusia”. Sabda Allah ini menjadi suatu pedoman
bagi pasangan suami istri agar selalu setia dengan pasangannya. Hal ini mau
mengungkapkan bahwa menjadi satu keluarga merupakan karya Allah. Allah telah
mempersatukan atau menjodohkan kita sehingga membentuk keluarga kristiani.
Sehingga kita yang awalnya masih hidup sendiri, akhirnya dipertemukan oleh
Allah dan dibentuk menjadi keluarga kristiani. Maka, persatuan sebagai pasangan
suami istri juga merupakan persatuan antara kita dengan Allah.
Namun
apa yang diharapkan sebagai pasangan suami istri? Berdasarkan Sabda Allah tadi,
kita bisa melihat bahwa salah satu hal yang diharapkan ialah kesetiaan timbal
balik antar pasangan. Artinya bahwa seorang suami selalu setia kepada istri
dalam proses dinamika kehidupan yang dijalaninya. Begitupun sebaliknya sebagai
istri juga selalu setia untuk hidup bersama suaminya. Contohnya misalnya tidak
selingkuh dengan suami atau istri lain, suami tidak meninggalkan istrinya untuk
nikah lagi. Melalui kesetiaan inilah yang nantinya membentuk kesatuan yang
erat, yakni antara suami istri dengan Allah sendiri. Sebab kesetiaan kita
terhadap pasangan ini memiliki konsekuensi besar yakni Allah juga selalu setia
kepada kita, yang secara khusus setia dengan janjiNya untuk menyelamatkan kita.
Oleh karena itu, kesetiaan kita terhadap pasangan merupakan kesatuan yang utuh
dan tidak terpisahkan, sehingga menghadirkan Allah yang setia dalam janji
keselamatanNya.
v Langkah Keempat : Interpretasi
Dialektis antara Praksis dan Visi Peserta dengan Tradisi dan Visi Kristiani
· Pengantar
Setelah kita bersama-sama
mengungkapkan pengalaman hidup, merenungkan dan mendalami Firman Tuhan tadi,
maka kini saatnya kita menyatukannya agar tetap selaras dengan kehidupan nyata
yang kita jalani selama ini sebagai pasangan suami dan istri.
· Pendalaman
1. Apakah
pengalaman bapak-ibu dalam membina kesetiaan sebagai pasangan suami istri sudah
selaras dengan yang diajarkan dalam Firman Allah tadi?
2. Hal
apa yang dapat bapak-ibu lakukan ketika menghadapi konflik keluarga berdasarkan
Firman Allah tadi?
· Pemaknaan
Dalam membina hubungan keluarga,
tentunya akan menghadapi berbagai permasalahan hidup. Permasalahan ini harus
ditanggapi secara bijaksana agar tidak membuat persatuan hubungan sebagai suami
istri menjadi tercerai berai. Seperti yang telah difirmankan Allah bahwa
menjadi satu keluarga merupakan bentuk persatuan yang utuh dan tidak boleh terceraikan.
Semuanya itu harus dilandasi oleh kesetiaan antar suami istri sebagai ungkapan kesetiaannya
juga kepada Allah. Memperoleh pengalaman baru seturut dengan Firman Allah
merupakan anugerah yang besar sebab kita sebagai pasangan suami istri dituntut untuk
selalu bersatu dalam kesetiaan masing-masing. Dengan demikian menjadi nyata
perwujudan keselamatan Allah ditengah keluarga kita.
v Langkah Kelima : Keterlibatan Baru
Demi Makin Terwujudnya Kerajaan Allah di Dunia
· Pengantar
Setelah kita bersama-sama menyatukan
pengalaman kita dengan Firman Allah, kita sebagai pasangan suami istri tentunya
memiliki pengetahuan atau pemahaman baru mengenai kesetiaan kita terhadap
pasangannya. Oleh karena itu, marilah kita membuat niat-niat baru dalam
kehidupan kita agar kasih setia senantiasa menyatukan keluarga kita.
· Pembuatan niat
1. Setelah kita berdinamika bersama dalam
katekese ini, niat baru atau rencana apa yang hendak bapak-ibu lakukan dalam
membina keluarga sebagai pasangan suami istri?
· Pemaknaan
Penyatuan antara pengalaman hidup
dengan Firman Allah merupakan suatu rahmat sehingga kita dapat mengetahui
secara lebih mendalam kehidupan kita sebagai keluarga. Dalam membangun kesatuan
ini, diperlukan kesetiaan baik antar firman maupun visi dan misi hidup yang
hendak dijalankan sebagai pasangan suami istri. Semua rangkaian niat baik kita
hendaknya juga dapat diwujudkan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Sebab
kesetiaan kita sebagai pasangan suami istri berpengaruh besar terhadap
kehidupan dalam keluarga kita, terutama dalam mewujudkan Kerajaan Allah di
tengah-tengah kita.
4.
Penutup
- Kesimpulan
Kesetiaan merupakan kebajikan yang
membuat seorang pribadi memegang teguh kata-kata dan janjinya, dan tidak
mengecewakan orang lain dalam harapan-harapannya yang sah. Kesetiaan mencerminkan pribadi
kita masing-masing dalam membangu hubungan yang erat sebagai suami dan istri.
Sebenarnya kita telah menerima kesetiaan itu, yakni kesetiaan Allah untuk
menyelamatkan kita. Kesetiaan Allah terwujud dalam pribadi Yesus dan perutusan
Roh Kudus yang selalu menyertai kehidupan kita. Kesetiaan Allah inilah yang
menjadi pusat kesetiaan kita terhadap pasangan kita. Jika Allah setia kepada
kita, sudah selayaknya juga kita selalu setia terhadap pasangan kita sebagai
wujud nyata kesetiaan kita kepada Allah. Kita tidak perlu cemas apakah kita
akan berhasil atau tidak dalam membangun kesetiaan itu. Namun ketekunan kita
dalam memperjuangkan kesetiaan itu memiliki pengaruh besar dalam pencapaian
kita untuk hidup dalam keluarga yang penuh dengan kebahagiaan.
- Doa Penutup
Allah Bapa yang mahasetia. Tak
henti-hentinya kami memuji dan menghaturkan rasa syukur kepadaMu karena melalui
proses pertemuan ini, kami dapat memahami hal baru tentang kesetiaan terhadap
pasangan hidup kami masing-masing. Semoga melalui pertemuan ini, kami semakin
sadar bahwa kesetiaan menjadi hal penting untuk terus dibangun agar kami juga
dapat hidup dalam kesetiaan bersamaMu. Dan melalui FirmanMu, semoga sungguh
memberikan inspirasi dan motivasi agar keluarga kami senantiasa hidup rukun dan
tidak tererai berai. Demi Yesus Tuhan Kami. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar