Senin, 10 Juni 2013

Katekese Keluarga, Setia Dalam Hidup Berkeluarga



SETIA DALAM HIDUP BERKELUARGA

Tempat            : Ruang kelas Semester IV
Waktu             : 16.00 s/d 17.30
Peserta             : Marriage Encounter
Metode            : SCP (Share Christian Praxis)
Sarana             : Laptop, LCD, Kitab Suci,
Sumber bahan : Mat 19:1-9

1.    Pemikiran Dasar
Setiap pasangan suami istri tentu memiliki cita-cita yang hendak dibangun untuk membentuk keluarga yang penuh dengan kebahagiaan. Namun ternyata dalam proses kehidupan sehari-hari, mereka masih mendapat kesulitan untuk mencapai kebahagiaan. Mereka masih banyak menerima tantangan hidup, baik yang berasal dari keluarga sendiri maupun dari pihak lain. Hidup sebagai pasangan suami istri mencerminkan ikatan persatuan sebagai jemaat kristiani. Persatuan ini memiliki tantangan yang harus dibangun agar tidak mudah dipisahkan. Persatuan ini secara bertahap dapat dibangun dalam bentuk kesetiaan antara suami dan istri. Kesetiaan menjadi faktor penting dalam usaha membangun kehidupan keluarga. Kesetiaan ini juga dapat mendorong kepada sikap yang lain dalam usaha membangun kehidupan yang bahagia.
Pada zaman modern ini, kesetiaan sebagai suami dan istri mendapat pengaruh yang besar dari adanya dinamika kehidupan modern seperti dipengaruhi ileh trendy-trendu baru, hedonisme, hidup gengsi dan sebagainya. Akibatnya nilai kesetiaan itu menjadi hal sulit untuk diwujudkan dalam kehidupan keluarga kita. Kesetiaan memiliki arti: dapat dipercaya, dapat diandalkan, kokoh dalam janji, keteguhan hati, ketaatan, dan kepatuhan. Kesetiaan adalah kebajikan yang membuat seorang pribadi memegang teguh kata-kata dan janjinya, dan tidak mengecewakan orang lain dalam harapan-harapannya yang sah. Akibat dari pengaruh modernsasi inilah yang menyebabkan perlunya suatu pembinaan bagi pasangan suami istri. Hal ini bertujuan agar mereka dapat memaknai kesetiaan yang dapat membangun kehidupan keluarga yang bahagia.

2.    Tujuan
1.      Peserta mampu memahami tentang kesetiaan sebagai suami dan istri.
2.  Peserta mampu memahamai dasar biblis tentang hidup bersama sebagai suami istri berdasarkan perikop Injil Mat 19:1-9.

3.    Langkah-langkah

  • œ  Sapaan Fasilitator

Selamat sore bapak/ibu sekalian? Bagaimana kabarnya hari ini? Semoga selalu sehat dan dalam bimbingan Tuhan. Kita patut bersyukur karena Tuhan telah mengumpulkan kita kembali diruangan ini untuk berproses dan berdinamika bersama. Di sore ini, kita akan melihat pengalaman hidup kita terutama sebagai pasangan suami istri apakah selama ini sudah saling setia dengan pasangannya masing-masing atau masih belum. Tema katekese pada sore ini ialah “Setia dalam Hidup Berkeluarga”. Maka untuk mengawali pertemuan ini, marilah kita bangkit berdiri untuk bernyanyi bersama agar kita semakin bersemangat untuk berdinamika bersama dalam pertemuan ini.

  • œ  Lagu Pembuka

Hari ini Kurasa Bahagia

Hari ini kurasa bahagia, berkumpul bersama saudara seiman.
Tuhan Yesus t'lah satukan kita, tanpa memandang di antara kita.
Bergandengan tangan dalam kasih, dalam satu hati.
Berjalan dalam terang kasih Tuhan.
Kau sahabatku, kau saudaraku.
Tiada yang dapat memisahkan kita.
Kau sahabatku, kau saudaraku.
Tiada yang dapat memisahkan kita.

  • œ  Doa Pembuka

Allah Bapa sumber kesetiaan abadi, kami bersyukur kepadaMu karena telah dikumpulkan kembali diruangan ini untuk berdinamika bersama dalam proses katekese ini. Kami mohon ya Bapa, terangilah seluruh diri kami dengan terang Roh KudusMu agar seluruh rangkaian pertemuan ini sungguh memberikan manfaat yang baik bagi kehidupan kami, terutama agar kami dapat memahami arti kesetiaan dalam hidup keluarga kami. Semua ini kami serahkan kepadaMu dengan perantaraan Kristus, Tuhan kami.

  • œ  Pengembangan langkah nol

Fasilitator mengajak peserta untuk membaca dan memahami salah satu cerita tentang kesetiaan sebagai pembuka alur pikir peserta katekese.
“Salim yang Setia”
Seorang suami di Al Jazair memanggul istrinya siang dan malam. Hal ini sudah berlangsung 5 tahun sejak sang istri terkena stroke yang menyebabkan ia lumpuh total sehingga tidak lagi mampu menggerakkan seluruh anggota tubuhnya. Koran Syuruq yang memberitakan bahwa laki-laki itu bernama Salim (40 tahun) seorang penjaga sekolah di sebuah kota kecil Almah. Dia menikah tahun 1996 dan telah dikaruniai seorang anak laki-laki. 
Keluarga ini hidup bahagia di tempat tinggal mereka di salah satu ruang kelas di sekolah itu. Tapi pada tahun 2007 yang lalu musibah itu datang merenggut kebahagiaan keluarga ini. Sang istri terkena penyakit stroke dan sejak itu pulalah sang istri tidak lagi mampu berbuat apa-apa bahkan untuk berbicara saja pun ia tak mampu lagi. Sejak saat itu Salim sang suamilah yang mengurus istri dan rumah tangganya seorang diri. Hal ini Salim lakukan karena bentuk kesetiaan sebagai seorang suami untuk terus hidup bersama dengan sang istri.
Pagi hari ia bangun pagi-pagi sekali mempersiapkan sarapan buat anak dan istrinya. Ia kemudian pergi untuk menunaikan tugasnya sebagai penjaga sekolah kemudian kembali lagi menemui sang istri setelah 1 jam. Ia membersihkan rumah dan menyuapi istrinya itu, sebab untuk memegang sendok saja pun si istri tidak mampu. Ia kemudian meminumkan obat buat istrinya, menidurkannya diatas tempat tidur, menopangnya dengan bantal-bantal. Demikianlah ia bolak balik ke pekerjaannya kemudian kepada istrinya setiap satu jam sekali. Di malam hari paling tidak Salim terbangun 4 kali untuk membalikkan posisi tidur istrinya dari satu sisi ke sisi lainnya. Salim berkata: "kadangkala istriku menahankan rasa sakitnya dan membiarkanku tidur karena merasa kasihan padaku”. Melalui tindakan Salim ini, keluarga ini selalu dapat hidup rukun meskipun sang istri tidak dapat sembuh dari sakit strokenya. Namun Salim tetap giat bekerja untuk menafkahi keluarganya dan tetap menjaga kesetiaannya untuk merawat sang istri yang sedang sakit. (http://chatterlight.blogspot.com/2013/03/sebuah-kisah-nyata-kesetiaan-seorang.html)
·      Fasilitator memberi pertanyaan pendalaman atas cerita tersebut.
1.      Siapakah tokoh utama dalam cerita tersebut? Dan apa pekerjaannya?
2.      Bagaimana kehidupan dari sang tokoh utama?
3.      Menurut bapak/ibu, makna apa yang bisa kita ambil dari cerita tersebut?

v  Langkah Pertama: Pengungkapan Praksis Faktual
·     Pengantar
Setelah kita bersama-sama membaca dan mendalami cerita tentang “Salim yang Setia”, sekarang tiba saatnya dimana kita akan melihat pengalaman hidup kita sebagai pasangan suami istri. Kita akan melihat pengalaman tersebut apakah dalam kehidupan berkeluarga sudah saling setia terhadap pasangannya atau masih belum. Untuk itu marilah kita mereview pengalaman hidup kita tersebut dengan mengungkapkan atau mesharingkan pengalaman tersebut kepada sesama.

·      Pengungkapan Pengalaman
Fasilitator memberi pertanyaan agar peserta mau mensharingkan pengalamannya tentang setia dalam hidup berkeluarga. Contoh pertanyaan:
a.    Saat pertama kali bapak-ibu dipersatukan melalui sakramen perkawinan, apa yang pertama kali bapak-ibu rencanakan?
b.    Apakah bapak-ibu pernah memiliki konflik dengan pasangannya? Mengapa bapak-ibu tetap setia dengan pasangannya saat konflik itu terjadi? Ceritakanlah pengalaman bapak-ibu tersebut.

·      Pemaknaan
Dalam hidup berkeluarga, kesetiaan terhadap pasangannya merupakan hal yang penting. Kesetiaan mengungkapkan bahwa kita mau hidup dengan pasangan dalam keadaan apapun, baik suka maupun duka, dimana kita mau menerima pasangan hidup kita dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Hal ini juga dilandasi oleh dasar perkawinan yang kita terima. Melalui perkawinan ini, kita disatukan menjadi satu keluarga yang utuh dan tidak terceraikan agar keluarga kita semakin hidup rukun dan penuh dengan kebahagiaan.

v  Langkah Kedua : Refleksi Kritis Pengalaman Faktual
·      Pengantar
Setelah kita bersama-sama mensharingkan dan mendengarkan pengalaman hidup kita, maka marilah kita bersama-sama memaknai dan menggali lebih dalam lagi mengenai pengalaman tersebut.

·      Pendalaman Pengalaman
1.    Apa sikap atau nilai yang bapak-ibu utamakan sebagai pasangan suami istri?
2.    Pernahkah bapak-ibu mengutamakan nilai kesetiaan dalam hidup berkeluarga saat mengalami kehidupan yang buruk atau saat menerima pengalaman pahit?
3.    Mengapa bapak-ibu tetap setia terhadap pasangannya masing-masing?

·      Pemaknaan
Pengalaman bahagia dan sedih tentunya pernah kita alami dalam hidup sebagai keluarga kristiani. Terkadang kita lebih banyak mengharapkan kebahagiaan daripada kesedihan dalam keluarga. Namun dinamika kehidupan ini terkadang membuat tidak hanya selalu berada dalam kebahagiaan, namun juga berada dalam kesedihan. Meskipun begitu, kebahagiaan dan kesedihan merupakan proses dinamika yang harus kita alami dalam hidup berkeluarga, terutama sebagai murid Yesus. Dalam pengalaman yang demikian, kesetiaan terhadap pasangan menjadi dasar yang penting. Sebab melalui kesetiaan ini, kita diajak untuk membina hidup keluarga agar tetap utuh dan hidup rukun sebagai keluarga kristiani yang kudus.

v  Langkah Ketiga : Mengusahakan Supaya Tradisi dan Visi Kristiani Lebih Terjangkau
·      Pengantar
Bapak-ibu yang terkasih, setelah kita bersama-sama mensharingkan dan mendengarkan pengalaman hidup kita, maka pada kesempatan ini, kita akan mendengarkan dan merenungkan Sabda Allah yang diambil dari Injil Mat 19:1-9.

Mat 19:1-9
“Perceraian”
1Setelah Yesus selesai dengan pengajaran-Nya itu, berangkatlah Ia dari Galilea dan tiba di daerah Yudea yang di seberang sungai Yordan. 2Orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia dan Ia pun menyembuhkan mereka di sana. 3Maka datanglah orang-orang Farisi kepada-Nya untuk mencobai Dia. Mereka bertanya: "Apakah diperbolehkan orang menceraikan isterinya dengan alasan apa saja?" 4Jawab Yesus: "Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang menciptakan manusia sejak semula menjadikan mereka laki-laki dan perempuan? 5Dan firman-Nya: Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. 6Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." 7Kata mereka kepada-Nya: "Jika demikian, apakah sebabnya Musa memerintahkan untuk memberikan surat cerai jika orang menceraikan isterinya?" 8Kata Yesus kepada mereka: "Karena ketegaran hatimu Musa mengizinkan kamu menceraikan isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian. 9Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah."

·      Penegasan dari fasilitator
Hidup sebagai pasangan suami istri merupakan kehidupan yang indah. Hal ini dapat kita rasakan bilamana dalam hidup sehari-hari, kita saling menaruh sikap setia terhadap pasangan kita. Kesetiaan secara umum merupakan kebajikan yang membuat seorang pribadi memegang teguh kata-kata dan janjinya, dan tidak mengecewakan orang lain dalam harapan-harapannya yang sah. Sebagai keluarga kristiani, kesetiaan merupakan hal penting dalam membina hidup keluarga. Sebab kesetiaan sebagai pasangan suami istri merupakan ikatan kesatuan yang utuh dan tidak terceraikan. Seperti dalam Injil tadi dikatakan bahwa “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia”. Sabda Allah ini menjadi suatu pedoman bagi pasangan suami istri agar selalu setia dengan pasangannya. Hal ini mau mengungkapkan bahwa menjadi satu keluarga merupakan karya Allah. Allah telah mempersatukan atau menjodohkan kita sehingga membentuk keluarga kristiani. Sehingga kita yang awalnya masih hidup sendiri, akhirnya dipertemukan oleh Allah dan dibentuk menjadi keluarga kristiani. Maka, persatuan sebagai pasangan suami istri juga merupakan persatuan antara kita dengan Allah.
Namun apa yang diharapkan sebagai pasangan suami istri? Berdasarkan Sabda Allah tadi, kita bisa melihat bahwa salah satu hal yang diharapkan ialah kesetiaan timbal balik antar pasangan. Artinya bahwa seorang suami selalu setia kepada istri dalam proses dinamika kehidupan yang dijalaninya. Begitupun sebaliknya sebagai istri juga selalu setia untuk hidup bersama suaminya. Contohnya misalnya tidak selingkuh dengan suami atau istri lain, suami tidak meninggalkan istrinya untuk nikah lagi. Melalui kesetiaan inilah yang nantinya membentuk kesatuan yang erat, yakni antara suami istri dengan Allah sendiri. Sebab kesetiaan kita terhadap pasangan ini memiliki konsekuensi besar yakni Allah juga selalu setia kepada kita, yang secara khusus setia dengan janjiNya untuk menyelamatkan kita. Oleh karena itu, kesetiaan kita terhadap pasangan merupakan kesatuan yang utuh dan tidak terpisahkan, sehingga menghadirkan Allah yang setia dalam janji keselamatanNya.

v  Langkah Keempat : Interpretasi Dialektis antara Praksis dan Visi Peserta dengan Tradisi dan Visi Kristiani
·      Pengantar
Setelah kita bersama-sama mengungkapkan pengalaman hidup, merenungkan dan mendalami Firman Tuhan tadi, maka kini saatnya kita menyatukannya agar tetap selaras dengan kehidupan nyata yang kita jalani selama ini sebagai pasangan suami dan istri.

·      Pendalaman
1.      Apakah pengalaman bapak-ibu dalam membina kesetiaan sebagai pasangan suami istri sudah selaras dengan yang diajarkan dalam Firman Allah tadi?
2.      Hal apa yang dapat bapak-ibu lakukan ketika menghadapi konflik keluarga berdasarkan Firman Allah tadi?

·      Pemaknaan
Dalam membina hubungan keluarga, tentunya akan menghadapi berbagai permasalahan hidup. Permasalahan ini harus ditanggapi secara bijaksana agar tidak membuat persatuan hubungan sebagai suami istri menjadi tercerai berai. Seperti yang telah difirmankan Allah bahwa menjadi satu keluarga merupakan bentuk persatuan yang utuh dan tidak boleh terceraikan. Semuanya itu harus dilandasi oleh kesetiaan antar suami istri sebagai ungkapan kesetiaannya juga kepada Allah. Memperoleh pengalaman baru seturut dengan Firman Allah merupakan anugerah yang besar sebab kita sebagai pasangan suami istri dituntut untuk selalu bersatu dalam kesetiaan masing-masing. Dengan demikian menjadi nyata perwujudan keselamatan Allah ditengah keluarga kita.

v  Langkah Kelima : Keterlibatan Baru Demi Makin Terwujudnya Kerajaan Allah di Dunia
·      Pengantar
Setelah kita bersama-sama menyatukan pengalaman kita dengan Firman Allah, kita sebagai pasangan suami istri tentunya memiliki pengetahuan atau pemahaman baru mengenai kesetiaan kita terhadap pasangannya. Oleh karena itu, marilah kita membuat niat-niat baru dalam kehidupan kita agar kasih setia senantiasa menyatukan keluarga kita.

·      Pembuatan niat
1.    Setelah kita berdinamika bersama dalam katekese ini, niat baru atau rencana apa yang hendak bapak-ibu lakukan dalam membina keluarga sebagai pasangan suami istri?

·      Pemaknaan
Penyatuan antara pengalaman hidup dengan Firman Allah merupakan suatu rahmat sehingga kita dapat mengetahui secara lebih mendalam kehidupan kita sebagai keluarga. Dalam membangun kesatuan ini, diperlukan kesetiaan baik antar firman maupun visi dan misi hidup yang hendak dijalankan sebagai pasangan suami istri. Semua rangkaian niat baik kita hendaknya juga dapat diwujudkan secara nyata dalam kehidupan sehari-hari. Sebab kesetiaan kita sebagai pasangan suami istri berpengaruh besar terhadap kehidupan dalam keluarga kita, terutama dalam mewujudkan Kerajaan Allah di tengah-tengah kita.

4.    Penutup
  • œ  Kesimpulan
Kesetiaan merupakan kebajikan yang membuat seorang pribadi memegang teguh kata-kata dan janjinya, dan tidak mengecewakan orang lain dalam harapan-harapannya yang sah. Kesetiaan mencerminkan pribadi kita masing-masing dalam membangu hubungan yang erat sebagai suami dan istri. Sebenarnya kita telah menerima kesetiaan itu, yakni kesetiaan Allah untuk menyelamatkan kita. Kesetiaan Allah terwujud dalam pribadi Yesus dan perutusan Roh Kudus yang selalu menyertai kehidupan kita. Kesetiaan Allah inilah yang menjadi pusat kesetiaan kita terhadap pasangan kita. Jika Allah setia kepada kita, sudah selayaknya juga kita selalu setia terhadap pasangan kita sebagai wujud nyata kesetiaan kita kepada Allah. Kita tidak perlu cemas apakah kita akan berhasil atau tidak dalam membangun kesetiaan itu. Namun ketekunan kita dalam memperjuangkan kesetiaan itu memiliki pengaruh besar dalam pencapaian kita untuk hidup dalam keluarga yang penuh dengan kebahagiaan.
  • œ  Doa Penutup
Allah Bapa yang mahasetia. Tak henti-hentinya kami memuji dan menghaturkan rasa syukur kepadaMu karena melalui proses pertemuan ini, kami dapat memahami hal baru tentang kesetiaan terhadap pasangan hidup kami masing-masing. Semoga melalui pertemuan ini, kami semakin sadar bahwa kesetiaan menjadi hal penting untuk terus dibangun agar kami juga dapat hidup dalam kesetiaan bersamaMu. Dan melalui FirmanMu, semoga sungguh memberikan inspirasi dan motivasi agar keluarga kami senantiasa hidup rukun dan tidak tererai berai. Demi Yesus Tuhan Kami. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar