1. Pengertian Panca Tugas Gereja
Katekismus Gereja Katolik merumuskan Gereja sebagai “himpunan orang-orang yang digerakkan untuk berkumpul oleh Firman Allah, yakni berhimpun bersama untuk membentuk Umat Allah dan yang diberi santapan dengan Tubuh Kristus, menjadi Tubuh Kristus” (KGK 777). Himpunan umat Allah terlihat dalam hidup berparoki. Di dalam paroki, himpunan umat Allah mengambil bagian dan terlibat dalam menghidupkan peribadatan yang menguduskan (liturgia), mengembangkan pewartaan Kabar Gembira (kerygma), menghadirkan dan membangun persekutuan (koinonia), memajukan karya cinta kasih/pelayanan (diakonia) dan memberi kesaksian (martyria).
Kehidupan
menggereja yang tercermin dalam panca tugas Gereja juga dapat dilihat dalam
kehidupan jemaat perdana. Jemaat perdana telah melaksanakan berbagai tugas
sebagai perwujudan imannya akan Yesus Kristus (lih. Kis 2: 41-47). Berbagai
kegiatan yang telah dilakukan oleh jemaat perdana kerap di sebut sebagai panca
tugas Gereja. Adapun tugas yang diemban Gereja yakni bertekun dalam pengajaran
(kerygma/pewartaan), bertekun dalam
persekutuan (koinonia/persekutuan),
memecahkan roti dan berdoa (liturgia/peribadatan),
menjual harta milik dan membagikan seturut keperluan masing-masing (diakonia/pelayanan), dan bersaksi
sehingga disukai semua orang (martyria/kesaksian).
Dengan demikian, berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa panca tugas Gereja merupakan tugas-tugas Gereja yang terbagi dalam lima bidang. Adapun kelima bidang tersebut yakni kerygma atau pewartaan, koinonia atau persekutuan, liturgia atau peribadatan, diakonia atau pelayanan, dan martyria atau kesaksian.
2.1 Bidang Kerygma (Pewartaan)
Kata kerygma berasal dari bahasa Yunani yang berarti karya pewartaan
Kabar Gembira. Dalam Kitab Suci Perjanjian Baru ditemukan dua kata kerja Yunani
yang berhubungan dengan kerygma atau
pewartaan ini. Pertama, “kerussein” (Ibr.
5: 12) yang menunjuk pada aktivitas pewartaan yang ditujukan kepada orang yang
belum mengenal atau belum percaya kepada Yesus Kristus. Kedua, “didaskein” (Ibr. 6: 1) yang berarti
mengajar atau memberikan pelajaran kepada orang yang telah beriman dalam rangka
mengembangkan dan memekarkan iman yang sudah mulai tumbuh.
Gereja melaksanakan tugas kerygma bersumber dari perintah Yesus
yang mengutus para rasulnya untuk mewartakan Injil (lih. Mat 28: 18-20). Maka, kerygma bermakna sebagai tugas Gereja
untuk mewartakan Sabda Allah, yakni karya keselamatan Allah yang terpenuhi
dalam diri Yesus Kristus. Dengan demikian, inti pewartaan Gereja adalah
mengenai pribadi Yesus Kristus yang melaksanakan karya keselamatan Allah
terutama melalui wafat dan kebangkitanNya.
Bentuk pewartaan Gereja
ditentukan oleh orang-orang yang menjadi sasaran kegiatan pewartaan. Secara
umum bisa dibedakan dua macam kelompok orang. Pertama, bagi kelompok orang atau
orang yang percaya kepada Kristus dimana pewartaan dapat berupa pelajaran agama
untuk yang mau menerima sakramen-sakramen Gereja, dan juga pendalaman iman atau
pengembangan iman yang dapat dilakukan pada masa adven, prapaskah, dan bulan
Maria. Kedua, bagi kelompok orang atau orang yang tidak percaya kepada Kristus.
Disini dapat diajukan tiga bentuk pewartaan yakni pewartaan bagi yang terbuka
dapat dilakukan dengan tidak segan-segan berbicara tentang Kristus atau Injil,
pewartaan bagi yang berkeyakinan kuat atau kokoh terhadap agamanya sendiri
namun mau bergaul dengan orang kristiani dapat dilakukan dengan membangun hidup
bersama dalam persaudaraan, saling bekerjasama untuk kepentingan umum, dan
pewartaan bagi yang tertutup atau fanatik bahkan anti Kristus dapat dilakukan
lewat kesaksian iman pribadi dalam penampilan hidup yang suci, baik dan benar
(P3J-KAS, 1997: 16-17). Adapun beberapa contoh pelaksanaan tugas kerygma atau pewartaan yakni pendalaman
iman, pelajaran agama katolik katekese para calon baptis dan persiapan
penerimaan sakramen-sakramen Gereja, pendalaman kitab suci, katekese,
evangelisasi dan dialog.
Kata
koinonia berasal dari bahasa Yunani
yang berarti persekutuan. Kisah Para Rasul 2: 42 melukiskan persekutuan dalam
jemaat perdana: “mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam
persekutuan.” Tugas koinonia menyatakan
keberadaan Gereja sebagai suatu persekutuan. Kata koinonia merupakan bahasa Yunani, yang
berasal dari kata “koin” yang berarti
mengambil bagian. Dalam perspektif biblis, koinonia
diartikan sebagai paguyuban atau persekutuan (Kis. 2: 41-42). Koinonia berarti sebuah paguyuban atau
persekutuan dalam melaksanakan sabda Tuhan. Dalam terang sabda Tuhan inilah
Gereja melaksanakan tugas koinonia untuk
membangun relasi dengan orang lain sebagai persaudaraan yang berpusat pada
Yesus Kristus. Koinonia bisa diartikan sebagai paguyuban dalam melaksanakan sabda, yakni paguyuban sebagai suatu persaudaraan dalam Yesus Kristus yang
mendengarkan sabda dan melaksanakan sabdaNya. Dengan demikian,
Gereja merupakan suatu persekutuan orang-orang yang percaya kepada Kristus.
Melalui persekutuan, Gereja membentuk dirinya jemaat Kristus yang
anggota-anggotanya dibentuk menjadi satu tubuh Kristus (1 Kor 12: 13).
Gereja
melaksanakan koinonia atau
persekutuan untuk membangun relasi dengan sesama sebagai saudara yakni
antarpribadi dengan Allah dan antarpribadi dengan sesama manusia. Tugas koinonia ini menjadi sarana di mana
orang dapat mengenal dan membantu mengembangkan hidup beriman sesuai dengan kehidupan
sehari-hari. Dalam suasana persekutuan atau paguyuban sebagai persaudaraan itu
juga mengungkapkan iman sebagaimana tampak dalam kehidupan Gereja Perdana.
“Semua orang yang menjadi percaya tetap bersatu, dan segala kepunyaan mereka
adalah kepunyaan bersama” (Kis. 2: 44). Persekutuan semacam inilah yang
diharapkan oleh Gereja, yang tetap berpusat pada Kristus. Kristus yang
pertama-tama berperan mempersatukan semua anggota, yang kemudian menjadi nyata
dalam keterlibatan dan pelayanan bersama.
Persekutuan (koinonia)
berarti ikut serta dalam persekutuan atau persaudaraan sebagai anak-anak Bapa
dengan pengantaraan Kristus dalam kuasa Roh KudusNya. Setiap
orang beriman dipanggil dalam persatuan erat dengan Allah Bapa dan sesama
manusia melalui Yesus Kristus, PuteraNya, dalam kuasa Roh Kudus. Melalui bidang
karya ini, dapat menjadi sarana untuk membentuk jemaat yang berpusat dan
menampakkan kehadiran Kristus. Oleh karena itu diharapkan dapat menciptakan
kesatuan: antar umat, umat dengan paroki/keuskupan dan umat dengan masyarakat.
Paguyuban ini dapat diwujudkan dalam menghayati hidup menggereja baik secara
territorial (keuskupan, paroki, stasi / lingkungan, keluarga), dalam komunitas
basis Gerejani, maupun dalam kelompok-kelompok kategorial yang ada dalam Gereja
dan juga terlibat dalam paguyuban atau kelompok yang ada di masyarakat.
Kata liturgia berasal dari bahasa Yunani yaitu liturgi. Liturgi berarti ibadat umum dan resmi Gereja. Ibadat ini
dilaksanakan berdasarkan tata cara yang sudah disahkan oleh pimpinan Gereja
yang berwenang. Ibadat dipimpin oleh petugas yang ditentukan untuk ibadat yang
bersangkutan. Selain itu, liturgia yang merupakan bahasa Yunani berasal dari kata kerja leitourgian (leos artinya rakyat dan ergon artinya kerja) yang berarti
bekerja untuk kepentingan umum, kerja bakti atau gotong royong. Namun untuk
pemahaman sekarang ini, kata liturgi berkaitan
dengan Ekaristi dan ibadah. Liturgi merupakan
upaya yang membantu kaum beriman untuk penghayatan iman demi mengungkapkan
misteri Kristus serta hakikat asli pelayanan Gereja.
Dalam tugas liturgia, Gereja berusaha membantu para anggotanya agar memiliki
hubungan yang semakin dekat dengan Allah. Gereja tidak hanya menawarkan aneka
bentuk dan rumusan doa tetapi mau menjadi tempat orang merasakan dan menghayati
komunikasi dengan Bapa, bersama Putera, dalam Roh Kudus. Intinya adalah
kesatuan pribadi dengan Putera dalam penyerahanNya kepada Bapa. Hal ini juga mengandung
dua unsur yang mendasar bagi kehidupannya, yakni unsur kemuliaan Allah dimana
Gereja mengungkapkan imannya untuk memuliakan Allah, dan unsur pengudusan
manusia yang dalam arti bahwa dalam liturgia
ini Gereja merayakan suatu peristiwa dimana Allah menguduskan manusia.
Doa juga merupakan ungkapan iman
secara pribadi dan bersama-sama. Doa juga merupakan dialog yang bersifat
pribadi antara manusia dan Tuhan dalam hidup yang nyata ini. Dalam doa,
dituntut untuk lebih mendengar daripada berbicara, sebab firman Tuhan akan
selalu menjadi pedoman yang menyelamatkan. Bagi umat kristiani, dialog ini
terjadi di dalam Yesus Kristus, sebab Dialah satu-satunya jalan dan perantara
kita dalam berkomunikasi dengan Allah. Perantara ini tidak mengurangi sifat
dialog antar-pribadi dengan Allah. Selain itu, peranan dan fungsi doa bagi
orang Kristiani, antara lain: mengkomunikasikan diri kita kepada Allah; mempersatukan
diri kita dengan Tuhan; mengungkapkan cinta, kepercayaan, dan harapan kita
kepada Tuhan; membuat diri kita melihat dimensi baru dari hidup dan karya kita,
sehingga menyebabkan kita melihat hidup, perjuangan dan karya kita dengan mata
iman.
Gereja melaksanakan tugas liturgia atau peribadatan yang tentu
saja berkaitan dengan liturgi. Sebab liturgi merupakan puncak dari seluruh
kegiatan Gereja dan dari liturgi seluruh anggota Gereja akan bersama-sama
dipersatukan untuk memuji dan memuliakan Allah. Oleh karena itu, tugas liturgia berarti ikut serta dalam
perayaan ibadat resmi yang dilakukan Yesus Kristus dalam GerejaNya kepada Allah
Bapa. Dalam kehidupan menggereja, peribadatan menjadi sumber dan pusat hidup
beriman. Hal ini dinyatakan dengan doa, simbol,
lambang-lambang dan dalam kebersamaan umat. Partisipasi aktif dalam bidang ini
diwujudkan dalam memimpin perayaan liturgis tertentu seperti: memimpin ibadat
sabda atau doa bersama, berdoa rosario bersama, berdoa novena, ibadat sabda
hari minggu, doa pribadi, merayakan ekaristi, merayakan sakramentali,
membagikan komuni, menjadi: lector, pemazmur, organis, mesdinar, paduan suara,
dan mengambil bagian secara aktif dalam setiap perayaan dengan berdoa bersama,
menjawab aklamasi, bernyanyi dan sikap badan.
Kata diakonia berasal
dari bahasa Yunani, yang memiliki arti pelayanan. Diakonia merupakan salah satu segi hidup Gereja yang membidangi
pelayanan kepada masyarakat. Gereja dibangun bukan untuk dirinya sendiri,
tetapi untuk melayani orang lain. Penekanan segi pelayanan mengacu pada pola
perutusan Kristus yang datang bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani. Selanjutnya, kata
diakonia yang merupakan bahasa Yunani
berasal dari kata kerja “diakon” yang berarti melayani. Tuhan Yesus
sendiri amat pandai memilih kata yang tepat untuk menggambarkan eksistensi
terdalam dari kehadiranNya di dunia ini bukan untuk dilayani melainkan untuk
melayani (bdk. Mat 20: 28). Dari sebab itu, Santo Paulus juga menganggap
pekerjaannya sebagai suatu “diakonia” artinya pelayanan dan dirinya
sebagai “diakonos” artinya pelayan bagi Kristus (2 Kor 11: 23) serta
bagi umat Kristus (Kol 1: 25).
Pelayanan merupakan suatu pemberian diri dan penyaluran karunia.
Rasul Petrus menasihati, “Layanilah seorang akan yang lain, sesuai dengan
karunia yang telah diperoleh tiap-tiap orang sebagai pengurus yang baik dari
kasih karunia” (1 Ptr 4: 11). Gereja diundang untuk melakukan pelayanan
dengan kekuatan yang dianugerahkan Tuhan. Pelayanan kepada sesama yang membutuhan,
tidak sekedar memberikan dana, tetapi sebagai suatu pemberian diri, sebagaimana
dilakukan Kristus yang telah datang untuk melayani dan memberikan nyawa bagi
banyak orang (Mrk 10: 45). Sebagaimana juga para rasul: “ada dari mereka yang
menjual harta miliknya, lalu membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai
keperluan masing-masing” (Kis 2: 45). Memberikan diri bagi sesama yang
membutuhkan berarti juga memberikan hati, waktu, pemikiran, dan tenaga. Kiranya
hal ini bisa menjadi suatu persembahan hidup yang berkenan kepada Allah
(Rom 12: 1-2).
Bagi
Gereja, menggalakkan
aktivitas pelayanan merupakan dorongan oleh panggilan untuk mencintai Tuhan dan
sesama. Gereja terpanggil untuk melayani dan bukan untuk berkuasa. Panggilan
Gereja untuk mewujudnyatakan diakonia sebagai
bentuk panggilan relasional agar saling melayani atau menolong dalam
kesetiakawanan. Suatu panggilan untuk memperjuangkan prinsip hidup memberi dan
bukan mengambil demi kepentingan, kepuasan dan kekenyangan pribadi.
Gereja
melaksanakan tugas pelayanannya berpusat pada pelayanan Yesus Kristus.
Barangsiapa menyatakan diri murid, ia wajib hidup sama seperti hidup Kristus
(bdk. 1Yoh 2: 6). Pelayanan berarti perwujudan iman kristiani untuk mengikuti
jejak Kristus. Dari sini dapat ditemukan beberapa ciri pelayanan Gereja. Ciri
pertama ialah bersikap sebagai pelayan. Yesus menyuruh para muridNya untuk
selalu bersikap “yang paling rendah dari semua dan sebagai pelayan dari semua
(Mrk 9: 35). Ciri kedua ialah kesetiaan pada Kristus sebagai Tuhan dan Guru.
Yesus menjadi teladan semangat pelayanan Gereja. Ciri ketiga ialah orientasi
pelayanan pada kaum miskin. Yesus tidak segan untuk hidup bersama kaum miskin.
Gereja bertugas untuk melayani kaum miskin, bukan karena belas kasihan melainkan
karena harkat dan martabat diri yang sama di hadapan Allah. Dan ciri keempat
ialah kerendahan hati. Gereja tidak boleh membanggakan dirinya, tetapi tetap
melihat dirinya sebagai “hamba yang tak berguna” (Luk 17: 10).
Terdapat tiga bentuk diakonia atau
pelayanan Gereja. Pertama, pelayanan karikatif yang dilakukan dalam jangka
pendek dengan memberikan bantuan secara langsung misalnya orang lapar diberikan
makanan. Kedua, pelayanan reformatif yang menekankan aspek pembangunan yakni
tidak sekedar memberikan bantuan pangan dan pakaian tetapi mulai memberikan
perhatian seperti penyelenggaraan kursus keterampilan, dan pemberian atau
pinjaman modal kepada sesama. Ketiga, pelayanan tranformatif sebagai tindakan
Gereja untuk melayani umat manusia secara multidimensional (roh, jiwa dan
tubuh) dan juga multisektoral (ekonomi, politik, hokum dan agama). Selain itu, diakonia atau
pelayanan merupakan segala bentuk pelayanan kepada semua orang yang membutuhkan
pertolongan atau pelayanan. Umat beriman saling melayani dan memperhatikan
kebutuhan sesamanya, baik yang seiman maupun setiap orang yang membutuhkan.
Contoh dari diakonia atau pelayanan
adalah badan amal, poliklinik, donor darah, yayasan yatim piatu, rumah jompo,
dana solidaritas, ikut serta dalam kepengurusan lingkungan seperti RT, RW,
pelayanan kesehatan seperti pemeriksaan mata gratis, pelayanan terhadap orang
meninggal, merawat umat yang sakit, dan mengunjungi orang sakit.
Kata martyria berasal dari bahasa Yunani yakni “marturion” yang berarti kesaksian. Kesaksian berasal dari kata
dasar “saksi” yang diartikan sebagai orang yang melihat atau mengetahui suatu
kejadian. Makna saksi merujuk kepada pribadi seseorang yang mengetahui atau
mengalami suatu peristiwa dan mampu memberikan keterangan yang benar. Martyria merupakan bidang
hidup atau pelayanan Gereja yang berpusat pada kesaksian kepada masyarakat,
baik lewat kata-kata maupun tindakan terutama lewat karya nyata. Lebih lanjut, “martyrion” merupakan
kesaksian yakni sebuah panggilan Injili umat kristiani. “Martyrion’ berarti memberikan kesaksian dengan hidup dan
sikap-sikap seseorang, serta dengan cara orang itu bertindak. Sikap orang
tersebut harus mencerminkan semangat injili sehingga dapat menjadi saksi yang
dijiwai kekuatan Roh Kudus.
Tugas Gereja untuk memberikan
kesaksian berpusat pada Yesus Kristus. Yesus Kristus adalah saksi yang
memberikan sabda rencana Allah Bapa untuk menyelamatkan manusia. Yesus adalah
saksi yang setia dan benar (Why 3: 14). Yesus memanggil para rasul untuk
menjadi saksiNya mulai dari Yerusalem, Yudea dan Samaria bahkan sampai ke ujung
bumi (Kis 1: 8). Gereja melaksanakan kesaksian agar umat manusia dihantar
kepada kerinduan akan kebenaran dan cinta kasih yang diwahyukan oleh Allah. Hendaknya
seperti Kristus yang berkeliling sambil berbuat baik (Mat 9: 35) demikian juga
Gereja membangun relasi dengan semua orang, khususnya dengan yang miskin dan
tertimpa kemalangan dan dengan sukarela mengorbankan diri untuk mereka (2 Kor
12: 15).
Kesaksian atau martyria
berarti ikut serta dalam menjadi saksi Kristus bagi dunia. Hal ini dapat
diwujudkan dalam menghayati hidup sehari-hari sebagai orang beriman di tempat
kerja maupun di tengah masyarakat, berani memperjuangkan ketidakadilan,
membantu orang-orang miskin dan terlantar, tetap setia kepada Yesus ketika
menghadapi kekerasan atau teror dari orang lain, berlaku hidup baik, berani
menceritakan tentang Yesus kepada sesama, menolong orang lain tanpa
mengharapkan imbalan, ketika menjalin relasi yang baik dengan umat beriman
lain, dan dalam relasi hidup bermasyarakat. Melalui bidang karya ini, umat
beriman diharapkan dapat menjadi ragi, garam dan terang di tengah masyarakat sekitarnya.
Selain itu, Gereja juga dipanggil dan diutus untuk menjadi saksi atau martir
Kristus. Gereja dapat belajar dari kehidupan para orang kudus (santo dan santa)
yang dengan setia memberikan kesaksian iman akan Yesus kepada orang lain. Gereja
dapat belajar dari kehidupan Santa Monika yang berhadapan dengan suami dan
puteranya yang kafir. Kesaksiannya akhirnya dijawab Tuhan dengan pembaptisan
suami dan anaknya menjadi uskup terkenal. Santa Agnes yang setia kepada Kristus
justru berhadapan dengan pemimpin kafir yang menjatuhkan tuduhan karena menolak
menyembah berhala. Akhirnya berkat kesaksiannya, Santa Agnes yang setia kepada
Kristus harus dihukum mati. Kehidupan Mother Teresa yang selama hidupnya
melayani orang-orang miskin di Calcuta India, Uskup Romero yang mati karena
membela orang miskin di kota San Salvator.
Sumber Pustaka:
- ______. 1993. Dokumen Konsili Vatikan II (R. Hardawiryana, penerjemah). Jakarta: Obor.
- _____. 1995. Katekismus Gereja Katolik (Herman Embuiri, penerjemah). Ende: Arnoldus.
- ______. 2009. Alkitab Deuterokanonika. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia.
- Bagiyowinardi, Didik. 2008. Siap Menjadi Pengurus Lingkungan. Jakarta: Obor.
- Fallo, Cornel P. 2014. Lima Pilar Pelayanan Gereja. Retrieved 28 Maret 2015, darihttp://henkesfallo.blogspot.com/2014/11/lima-pilar-pelayanan-gereja.html.
- Ismail, Andar. 1996. Selamat Melayani Tuhan. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
- Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014. Buku Guru Pendidikan Agama Katolik dan Budi Pekerti untuk SMA/SMK Kelas XI. Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang Kemdikbud.
- Konferensi Waligereja Indonesia. 1996. Iman Katolik, Buku Informasi dan Referensi. Yogyakarta: Kanisius dan Jakarta: Obor.
- Panca Tugas Gereja (Liturgia, Koinonia, Kerygma, Diakonia, Martyria). (n.d). Retrieved 20 Februari 2015, dari https://www.facebook.com/notes/iman-katolik/panca-tugas-gereja - liturgia-koinonia-kerygma-diakonia-martyria/10150456710675178.
- Mariyanto, Ernest. 2004. Kamus Liturgi. Yogyakarta: Kanisius.
- Suwita. 2002. Bidang Paguyuban. Malang: Dioma.
- Tule, Philipus. 1994. Agama-Agama Kerabat dalam Semesta. Ende: Nusa Indah.
Bnyk bgt bu jess
BalasHapusMakasih untuk semua ini sudah membatu aku untuk mengenali belajar ini👍👍
BalasHapusMasih bingung 🙏🏻
BalasHapus