Senin, 18 Maret 2013

Katekese Kontekstual dengan Metode dan Model yang Tepat



BAB I
PENDAHULUAN

1.    Latar Belakang
Dewasa ini dunia memasuki zaman baru yakni zaman globalisasi. Hal ini dapat dilihat dari semakin canggihnya alat-alat teknologi dan tranportasi. Akibatnya orang-orang dapat dengan mudah saling berelasi dengan yang lain. Hal ini memberi keuntungan bagi para para pengusaha maupun perusahaan. Kini jumlah pengangguran semakin banyak, anak-anak kecil dari keluarga yang kurang mampu semakin sulit untuk mendapatkan kesempatan pendidikan, dan lowongan pekerjaan terbatas hanya bagi orang-orang yang memiliki kualitas tertentu saja, serta penderitaan semakin bertambah ketika bencana alam terjadi dimana-mana.
Hal seperti itu merupakan sebuah gambaran tantangan yang harus dihadapi dalam katekese. Orang kini tidak membutuhkan banyak diskusi atau obrolan-obrolan yang kurang memberikan keuntungan material bagi dirinya. Katekese yang banyak membicarakan hal-hal ilahi dirasa tidak dapat menjawab kebutuhan umat secara langsung, bahkan katekese hanya dianggap sebagai obrolan kosong yang tidak memberikan apa-apa bagi kelangsungan hidup mereka. Dari hal ini, kita memiliki sebuah gambaran bahwa katekese tetap menjadi salah satu langkah untuk pewartaan injil. Namun katekese tesebut membutuhkan sebuah metode dan model yang tepat agar mampu menanggapi kebutuhan umat. Dengan demikian, penyelenggaraan katekese dengan metode dan model yang tepat selalu memiliki harapan yang besar kearah katekese kontekstual sehingga mampu memenuhi kebutuhan umat.

2.    Rumusan Masalah
       1.       Apa pengertian katekese?
       2.       Apa itu katekese kontekstual?
       3.       Metode apa yang bisa digunakan dalam katekese kontekstual?
       4.       Model apa yang bisa digunakan dalam katekese kontekstual?

3.    Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui tentang katekese, katekese konstektual dengan metode dan model yang dapat digunakan dalam karya pewartaan Injil kepada sesama. Dengan adanya makalah ini, diharapkan kita sebagai anggota Gereja semakin bersemangat untuk melanjutkan karya perutusan dari Yesus, yakni untuk mewartakan Injil kepada sesama. 


BAB II
KATEKESE KONSTEKTUAL DENGAN METODE
DAN MODEL YANG TEPAT

1.    Pengertian Katekese
Katekese berasal dari kata Yunani Katechein. Bentukan dari kat yang berarti pergi atau meluas, dan dari kata Echo yang berarti menggemakan atau menyuarakan keluar. Kata ini mengandung dua pengertian. Pertama, katechein berarti pewartaan yang sedang disampaikan atau diwartakan. Kedua, katechein berarti ajaran dari para pemimpin. Istilah katechein yang banyak digunakan secara umum lama kelamaan diambil alih oleh orang-orang kristen. Mereka menjadikan istilah tersebut sebagai kerangka dalam bidang pewartaan Gereja, yakni mewartakan Kristus.
Dalam ajaran apostolik Catechesi Tradendae, Paus Yohanes Paulus II menegaskan bahwa, katekese ialah pembinaan anak- anak, kaum muda, dan orang- orang dewasa dalam iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran kristen, yang pada umumnya diberikan secara organis dan sistematis, dengan maksud mengantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup kristen (Catechesi Tradedae 18). Dengan kata lain, katekese adalah usaha- usaha dari pihak Gereja untuk menolong  umat agar semakin memahami, menghayati, dan mewujudkan imannya dalam kehidupan sehari- hari. Di dalamnya terdapat unsur pewartaan, pengajaran, pendidikan, pendalaman, pembinaan, pengukuhan serta pendewasaan. Metode yang sesuai perlu dicarikan agar katekese dalam ragam bentuknya beragama hati pendengar dan berbuah nyata.

2.    Katekese Kontekstual
Orang katolik mengenal Yesus Kristus karena salah satunya yakni, mendengar pewartaan dari orang lain yang bersumber dari injil. Melalui pewartaan, manusia mendapat kebenaran iman yaitu bahwa Allah menjadi manusia, dan manusia menjadi umat Allah. Iman menjadi dasar keselamatan manusia. Dengan iman manusia menjawab tawaran keselamatan yang Allah berikan. Iman menduduki posisi sentral dalam hidup manusia. Oleh karena itu, arah pewartaan Gereja ialah mengikuti Yesus Kristus mewartakan kerajaan Allah.
Katekese kontekstual yang bertujuan membina iman yang terlibat dalam masyarakat telah sekian lama menjadi pembicaraan dan selalu diupayakan dalam setiap kegiatan kateketis. Secara umum pembicaraan tersebut selalu mengarah pada keterpaduan pendapat bahwa katekese kontekstual tidak bisa melepaskan diri dari cara dan model katekese yang dilakukan oleh Yesus Kristus. Dalam kehidupan sehari-hari tentunya kita pernah mendengar tentang katekese kontekstual. Namun yang menjadi pertanyaannya ialah apa itu katekese kontekstual? Katekese kontekstual bukanlah hal baru yang mau menggusur katekese yang sudah dihidupi sampai sekarang, yakni katekese umat. Sebaliknya bahwa katekese kontekstual berusaha untuk menyempurnakan katekese sebelumnya agar semakin dihidupi dan semakin menjawab kebutuhan umat.
Katekese kontekstual merupakan suatu cara baru agar sebuah katekese sungguh sesuai dengan konteks umat. Maksudnya ialah supaya katekese dapat relevan sesuai dengan situasi yang dihadapi umat. Dalam hal ini, tentunya setiap umat memiliki kebutuhan yang berbeda-beda. Sehingga katekese juga harus bisa mengerti situasi yang dihadapi oleh umat tersebut. Maka dibutuhkan suatu katekese yang bisa menjawabi kebutuhan umat tersebut. Katekese kontekstual adalah sebuah aktivitas mewartakan sabda Alah dalam ruang lingkup dimana memungkinkan iman itu tumbuh dan berkembang yang dilaksanakan secara kontekstual yakni sesuai dengan kebutuhan, situasi dan kondisi saat ini dan sesuai pula dengan kebutuhan umat saat ini. Dari pengertian ini, menjadi jelas bahwa katekese kontekstual tidak bisa dilepaskan dari situasi konkrit yang sedang terjadi dalam hidup umat. Situasi tersebut memungkinkan untuk terjadinya katekese supaya umat semakin menyadari iman mereka kepada Allah.

3.    Metode Katekese
Dalam proses katekese tentunya diperlukan suatu metode yang tepat. Metode ini membantu agar katekese dapat berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Metode merupakan cara atau strategi yang digunakan untuk mencapai hasil atau tujuan tertentu. Dalam hal ini metode menjadi faktor penting dalam proses katekese. Dengan metode yang tepat tentunya dapat mempermudah pelaksanaan dan katekese dapat berjalan dengan baik. Dengan harapan supaya tujuan dapat mencapai hasil yang baik.
Saat berkatekese banyak hal yang tidak terduga. Hal ini dipengaruhi oleh faktor situasi setempat. Mungkin kita telah membuat bahan rancangan katekese dengan baik. Namun dalam prakteknya terkadang tidak sesuai dengan rancangan tersebut. Oleh karena itu, proses berkatekese memerlukan suatu metode yang pas agar dapat berlangsung dengan baik dan memperoleh hasil yang baik pula. Namun yang menjadi pertanyaan ialah metode seperti apa yang dapat digunakan dalam berkatekese? Tentunya banyak metode yang bisa digunakan. Metode-metode tersebut dapat digunakan secara maksimal. Namun semuanya itu juga dipengaruhi oleh faktor diri fasilitator dalam melaksanakan katekese dan juga dipengaruhi oleh keadaan sekitar. Salah satu metode yang bisa digunakan dalam proses katekese yakni metode mengagali pengalaman.

3.1    Contoh Metode Katekese (Metode Menggali Pengalaman)
Turut mengalami apa yang dialami oleh orang lain atau menggali sesuatu secara pribadi, manusia mampu sampai pada tingkatan dengan Yang Ilahi. Wahyu Allah sendiri ditawarkan kepada manusia dengan cara tertentu sehingga dapat dialami dan caranya dengan khotbah dan pengajaran agama. Khotbah dan pengajaran agama sebaiknya berhubungan dengan pengalaman sehari-hari, berdaya memukau, dan menyentuh hati pendengar. Prinsip dari metode menggali pengalaman ini adalah bila mewartakan sesuatu bertitik tolak dari pengalaman peserta, atau bila mengisahkan sesuatu atau seseorang, lukiskanlah aspek-aspek psikologis yang dikandung di dalamnya sehingga pendengar turut merasakan suka-duka, perjuangan, dan jerih payah. Dengan metode ini peserta diajak untuk mengalami dan lebih aktif bukan untuk mengetahui.
1. Seluk-Beluk Pengalaman
            Pengalaman termasuk pengetahuan, namun bukan berkat daya nalar namun karena kontak langsung, intuitif, dan afektif dengan dunia. Kontak itu membuat orang tersentuh. Pengalaman berarti pertemuan original dan pertama antara seseorang dengan objek tertentu, suatu pertemuan yang menyentuh batin.
2. Pengalaman Religius
            Dengan adanya pengalaman religius, terjadi hubungan yang hidup antara pribadi seseorang dengan imannya. Berkat pengalaman religius inilah, pengalaman iman beralih ke tahap penghayatan iman. Dengan demikian terjadi suatu proses dari tahap mengetahui ke tahap meyambut dan mengakui iman secara pribadi. Pewartaan hendaknya mampu menyentuh hati, menggugah perasaan, tidak hanya menambah informasi. Untuk itu pengajaran agama haruslah konkret dan berkisar pada jangkauan pengalaman peserta agar memungkinkan terjadinya pertemuan dengan kenyataan religius.

3.2    Langkah-Langkah Metode Menggali Pengalaman
Dalam metode ini terdapat beberapa langkah dalam menggali pengalaman. Langkah-langkah tersebut, yakni:
o    Bertitik tolak pada pengalaman peserta
Misalnya saja bila hendak berbicara tentang Allah yang Mahabaik, pertama-tama hidupkan terlebih dahulu pengalaman yang dimilki peserta dalam hal hubungannya dengan ayahnya di rumah, kemudian menjelaskan arti kata Bapa.
o    Membangkitkan pengalaman religius
Pengalaman religius akan semakin mendalam bila pengalaman sehari-hari kembali dibangkitkan dengan wahyu. Pengalaman religius pendengar timbul berkat contoh iman yang hidup entah dari guru, orang tua, atau kisah dari orang-orang kudus.
o    Meresapkan pengalaman religius
Bila peserta telah sampai pada pertemuan pribadi dengan Yang Ilahi, masih perlu diusahakan agar pengalaman itu lebih diresapkan. Perwujudannya dengan cara doa, renungan, atau lagu. Dengan demikian pengetahuan iman akan lebih meresapi batin terdalam.

4.    Model Katekese
Banyak orang yang menganggap bahwa berkatekese merupakan hal yang sulit.   Kesulitan tersebut ditemukan ketika mereka sulit untuk mengolah atau mengkemas katekese dengan baik. Meskipun telah dipersiapkan dengan matang, namun dalam prakteknya juga banyak mengalami kendala atau kesulitan yang merintangi dalam proses katekese. Misalnya saja, umat menjadi ngantuk, merasa bosan dengan katekese kita, tujuan yang telah direncanakan tidak tercapai dan seterusnya. Dalam hal ini dibutuhkan suatu model katekese yang tepat. Ketepatan model katekese bisa memiliki pengaruh dalam prakteknya. Namun tidak bisa dipungkiri juga pengaruh bagaimana seseorang dalam membawakan katekese tertentu.
Banyak sekali model-model katekese yang bisa digunakan dalam menyelenggarakan katekese. Namun dengan adanya berbagai model tersebut bermaksud agar dapat dipilih salah-satu model yang relevan dengan situasi umat dan mampu memperkembangkan iman umat. Salah satu model katekese yang dapat digunakan dalam menyelenggarakan katekese yakni dengan model SCP (Shared Christian Praxis).
SCP adalah model katekese yang lebih mengangkat pengalaman hidup peserta. Peserta dilibatkan secara aktif untuk mengungkapkan pengalaman hidupnya, kemudian diajak untuk berefleksi, hingga menemukan suatu aksi konkrit sebagai wujud dari perubahan sikapnya. Di tengah kehidupan yang serba sulit di jaman sekarang ini umat memiliki banyak harapan dan kerinduan, bahkan umat semakin sulit menemukan makna dalam kehidupannya. SCP merupakan model katekese yang sangat relevan untuk membantu umat menghayati imannya di jaman sekarang ini. Melalui SCP umat dapat mengungkapkan harapan dan kerinduan mereka. Melalui SCP umat diajak untuk merubah hidupnya untuk lebih baik dengan melakukan aksi-aksi konkrit yang ditemukan dalam refleksi atas kehidupannya. SCP merupakan model katekese yang kontekstual yaitu mampu mempertemukan pergulatan hidup umat dengan kekayaan iman Gereja, sehingga selain iman umat semakin diperkembangkan, umat juga menemukan semangat dan usaha untuk hidup jauh lebih baik lagi.
Langkah-langkah proses katekese dengan model SCP yakni:
1.    Pengungkapan Praksis Faktual
Dilangkah ini peserta diajak untuk mengungkapkan pengalaman hidup mereka yang memiliki hubungan dengan tema yang dibahas. Pemandu memberikan sebuah pertanyaan terbuka kepada peserta agar dapat menceritakan pengalaman hidup mereka, misalnya dengan menggunakan kata “Ceritakanlah”.
2.    Refleksi Kritis terhadap Praksis Faktual
Dilangkah ini peserta diajak untuk merefleksikan pengalaman hidup mereka. Pemandu bisa memberikan pertanyaan 5W1H.
3.    Megusahakan supaya Tradisi dan Visi Kristani menjadi Terjangka
Peserta diberi perikop bacaan Kitab Suci sesuai dengan tema. Kemudian pemandu memulai pengajarannya, sebab dilangkah ini peran pemandu menjadi sangat dominan.
4.    Interpretasi Dialektis antara Tradisi dan Visi Peserta dengan Tradisi dan Visi Kristiani
Dilangkah ini, peserta diajak untuk mengkomunikasikan antara Tradisi dan Visi mereka dengan Tradisi dan Visi Kristiani.
5.    Keputusan Konkret demi makin Terwujudnya Nilai-nilai Kerajaan Allah.
Peserta diajak untuk membuat aksi baru dalam hidupnya sesuai dengan niat atau visi peserta untuk mewujudkan nilai Kerajaan Allah bagi kehidupan sehari-hari.

5.    Relevansi
5.1    Bagi Calon Katekis
Calon katekis merupakan masa depan Gereja. Mungkin kalimat ini memiliki kebenaran juga sebab mereka secara pribadi dipanggil untuk mempersiapkan diri dalam tugas pelayanan pewartaan Injil kepada sesama. Hal ini berarti bahwa mereka memiliki peranan penting bagi kehidupan Gereja. Salah satunya ialah sebagai generasi penerus pewartaan Injil. Sebagai calon katekis tentunya memiliki banyak rintangan yang harus dihadapi. Salah satunya ialah masa pendidikannya. Banyak tuntutan yang harus diterimanya, meskipun terkadang tidak sesuai dengan kemampuan calon katekis. Dan salah satu tugas yang harus dipersiapkan dengan baik ialah berkatekese. Katekese menjadi salah satu usaha pewartaan injil kepada umat. Sehingga calon katekis harus benar-benar belajar dengan baik sebab berkatekese menjadi salah satu tugasnya.
Dalam hal ini metode dan model katekese yang dibahas dalam makalah ini memiliki peranan yang baik, khususnya bagi mereka untuk mempersiapkan diri dalam berkatekese secara kontekstual. Selain itu melalui makalah ini calon katekis diberi pengetahuan dan pembelajaran yang baru dalam memahami dan mempersiapkan proses katekese. Metode dan model katekese yang dibahas dalam makalah ini merupakan suatu proses belajar bagi calon katekis sebagai bekal persiapan sebelum berproses daam katekese. Mereka mendapat pengetahuan baru mengenai metode dan model katekese yang bisa digunakan untuk menyelenggarakan katekese. Walaupun tidak dipungkir juga masih banyak metode dan model katekese yang bisa digunakan oleh calon katekis sesuai dengan kemampuannya. Namun salah satu metode dan model katekese yang dibahas disini setidaknya memberi pengetahuan dan gambaran yang bisa digunakan oleh calon katekis dalam persiapan untuk menyelenggarakan katekese.

5.2    Bagi Umat
Umat saat ini banyak mengalami perkembangan yang baik. Perkembangannya dapat dilihat dari faktor mulai banyaknya kesadaran umat untuk terlibat aktif dalam kehidupan Gereja. Salah satu hal yang bisa dilakukan oleh umat ialah dengan ikut aktif juga dalam pewartaan Sabda Allah. Misalnya saja melalui katekese (Jika umat memiliki kemampuan untuk berkatekese).  Meskipun demikian, tidak bisa dipungkiri juga bahwa masih ada umat yang rendah kesadarannya untuk aktif dalm hidup menggereja. Namun kita tidak bisa memaksa kehendak umat, sebab mereka juga memiliki keyakinan pribadi yang secara khusus dalam relasinya dengan Tuhan.
Dengan adanya metode dan model yang dibahas dalam makalah ini, setidaknya memberi gambaran kepada umat bahwa katekese memiliki berbagai macam metode dan model yang bisa digunakan dalam menyelenggarakan katekese. Sehingga umat memiliki gambaran mengenai katekese sebagai usaha pewartaan Injil. Dengan demikian, umat yang memiliki kemampuan untuk berkatekese bisa menggunakan metode dan model yang dibahas dalam makalah ini. Meskipun umat juga bisa menggunakan metode dan model lainnya yang bisa digunakan. Selain itu, umat juga diajak supaya dalam suatu proses katekese tidak hanya sekedar hadir, namun juga mengerti mengenai metode dan model yang digunakan serta umat dapat mengikuti proses katekese secara aktif dan baik.


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
   Dewasa ini, Gereja mengalami perkembangan yang baik. Banyak umat yang mulai terlibat aktif dalam menggereja. Salah satu faktor penyebabnya ialah melalui katekese. Katekese menjadi salah satu penentu keberhasilan Gereja dalam perkembangan anggotanya. Tidak dapat dipungkiri bahwa katekese menjadi salah satu sarana bagi kita untuk karya pewartaan kepada sesama. Katekese merupakan sebuah aktivitas mewartakan sabda Alah dalam ruang lingkup dimana memungkinkan iman itu tumbuh dan berkembang yang dilaksanakan secara kontekstual yakni sesuai dengan kebutuhan situasi dan kondisi saat ini dan sesuai pula dengan kebutuhan umat saat ini.
Dalam proses berkatekese banyak mengalami rintangan. Meskipun kita telah membuat suatu rancangan katekese, namun dalam prakteknya terkadang tidak sesuai dengan rancangan tersebut. Sehingga dalam proses katekese dibutuhkan sutau metode dan model yang tepat supaya katekese benat-benar menjadi kontekstual sekali dan sesuai dengan kebutuhan dan harapan umat. Salah satu metode yang bisa digunakan ialah metode menggali pengalaman. Dan model yang juga bisa digunakan dalam berkatekese ialah model SCP (Shared Christian Praxis). Harapannya ialah dengan metode dan model ini, maka katekese yang kita selenggarakan menjadi katekese yang kontekstual sesuai dengan harapan kita untuk semakin bersatu dengan Allah.


DAFTAR PUSTAKA

Groome, Thomas H. 1997. Shared Christian Praxis. Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Kateketik Puskat
Huber. TH.1981. Katekese Umat. Yogyakarta: Kanisius
Papo, Jakob. 1985 Memahami Katekese. Ende: Nusa Indah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar